tag:blogger.com,1999:blog-73684248049818075002024-03-08T13:46:06.473-08:00DAVID INDRIANTODavid Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-6184357468510672382010-12-09T20:48:00.000-08:002010-12-09T20:48:20.171-08:00PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU GURU DAN SARANA PRASARANA DI TK PERTIWI BANGO KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAKPENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU GURU DAN SARANA PRASARANA DI TK PERTIWI BANGO KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK<br />
<br />
<br />
<br />
Diajukan sebagai kegiatan pengembangan provesi untuk memenuhi sebagian syarat lomba Kepala Taman Kanak-Kanak Berprestasi<br />
<br />
<br />
Disusun oleh :<br />
NAMA : KUSTI’AH, S.Pd<br />
NIP : 19650620 198702 2 003<br />
HP : 085290663711<br />
UNIT KERJA : TK PERTIWI BANGO<br />
KEC. DEMAK KAB. DEMAK<br />
TELP. : (0291) 4284484<br />
<br />
<br />
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA<br />
KABUPATEN DEMAK<br />
TAHUN 2010<br />
<br />
KATA PENGANTAR<br />
<br />
<br />
Alhamdulillahirobbil alamin berkat rahmat dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa saya bisa menyelesaikan Karya Tulis, dengan judul Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Guru dan Sarana Prasarana di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak sebagai prasyarat Lomba Kepala TK Berprestasi Kabupaten Demak Tahun 2010, walaupun masih banyak kekurangan, inilah sumbangsih saya kepada dunia pendidikan, khususnya pendidikan di Taman Kanak-Kanak.<br />
Penyempurnaan Kurikulum dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan yang akan datang sangat menuntut kita untuk meningkatkan sumber daya manusia guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di Taman Kanak-Kanak.<br />
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini tak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :<br />
1. Kepala UPTD Dikpora Kecamatan Demak<br />
2. Pengawas TK / SD Kecamatan Demak<br />
3. Kepala TK Pertiwi Bango yang sekaligus melaksanakan penerapan supervisi ini<br />
4. Rekan-rekan guru TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak<br />
5. Ketua Komite dan bidang-bidang / seksi Komite Sekolah<br />
6. Ketua penyelenggara TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak<br />
Akhirnya penulis memohon maaf apabila dalam laporan karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran demi peningkatan dan penyempurnaan karya tulis ini.<br />
<br />
Demak, Juni 2010<br />
<br />
Penulis<br />
<br />
DAFTAR ISI<br />
<br />
Halaman<br />
Halaman Judul i<br />
Kata Pengantar ii<br />
Daftar Isi iii<br />
<br />
BAB I PENDAHULUAN 1<br />
1. Latar Belakang Masalah 1<br />
2. Permasalahan 2<br />
3. Strategi Pemecahan Masalah 3<br />
<br />
BAB II PEMBAHASAN 5<br />
1. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah 7<br />
2. Hasil atau Dampak yang Dicapai 8<br />
3. Kendala-Kendala yang Dihadapi 10<br />
4. Faktor-Faktor Pendukung 10<br />
5. Alternatif Pengembangan 10<br />
<br />
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL 11<br />
1. Simpulan 11<br />
2. Rumusan Rekomendasi Operasional untuk Implementasi <br />
Temuan 11<br />
<br />
PENGESAHAN 13<br />
DAFTAR PUSTAKA 14<br />
LAMPIRAN<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
1. Latar Belakang<br />
Terjadinya perubahan yang sangat mendasar berupa bergesernya paradigma pembinaan sekolah. Jika selama ini menggunakan paradigma input-output production, artinya dengan input yang baik secara otomatis mutu output akan baik. Melalui MBS sekolah dipandang sebagai suatu unit manajemen yang utuh dan memerlukan perlakuan (treatment) khusus dalam upaya pengembangannya. Perlakuan khusus itu akan berbeda untuk setiap sekolah.<br />
Pengambilan keputusan dalam merancang dan mengelola pendidikan seharusnya lebih banyak dilakukan di tingkat sekolah, namun demikian sekolah tidak memiliki kapasitas untuk berjalan sendiri tanpa menghiraukan kebijakan, prioritas dan standardisasi yang diamanatkan oleh pemerintah yang telah ditentukan secara demokratis atau politis.<br />
Pemberian otonomi yang lebih besar dengan model MBS yang bertanggung jawab diberikan kepada kepala sekolah dalam pemanfaatan sumber daya, sesuai dengan kondisi setempat. Konsep otonomi merupakan tindakan desentralisasi yang dilakukan oleh lembaga yang lebih tinggi ke sekolah. Hal tersebut merupakan upaya pemberdayaan semua potensi yang tersedia di sekolah.<br />
MBS menuntut kesiapan pengelola pendidikan berbagai jenjang untuk melakukan perannya sesuai dengan kewajiban, kewenangan, dan tanggung jawabnya. MBS akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampu melibatkan stakeholders terutama peningkatan peran serta masyarakat dalam menentukan kewenangan pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah. Inovasi kurikulum lebih menekankan kepada peningkatan kualitas dan keadilan (equity), pemerataan (equality) bagi semua siswa yang didasarkan atas kebutuhan peserta didik dan masyarakat lingkungannya.<br />
MBS merupakan strategi yang efektif dalam meningkatkan kinerja unggul sekolah yang didukung oleh anggaran, SDM, dan kurikulum atau pengajaran yang memadai. MBS juga memisahkan sistem informasi, penggunaan sumber, metode belajar dan pemerintahan.<br />
Orientasi MBS adalah pelibatan aktor sekolah secara lebih luas dalam hal bagaimana mereka mendidik siswa dan memperbaiki kinerja organisasi sekolah. Implementasi MBS akan mensyaratkan hal-hal sebagai berikut :<br />
- Adanya kebutuhan untuk berubah atau inovasi<br />
- Adanya re-desain organisasi pendidikan, dan<br />
- Proses perubahan sebagai proses belajar<br />
Penulis melakukan pengamatan terhadap permasalahan yang terjadi di TK Pertiwi Bango, bahwa salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru dan sarana prasarana yang harus tergali oleh sekolah yaitu melaksanakan MBS. Hal ini bisa dilihat dari :<br />
a. Kesejahteraan guru rendah<br />
b. Kualifikasi pendidikan guru rendah<br />
c. Sarana prasarana kurang sekali<br />
Permasalahan yang terjadi tidak terlepas dari kurangnya wawasan kepala sekolah dalam menerapkan manajemen sekolah.<br />
Kondisi TK Pertiwi Bango yang berdiri sejak 1 Juli 1983 tidak dapat didiamkan begitu saja. Karena jika penerapan manajemen kurang tepat, hal ini sudah dipastikan bahwa proses selanjutnya juga akan mengalami kegagalan.<br />
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengangkat judul : ”Penerapan MBS dalam rangka meningkatkan mutu guru dan sarana prasarana di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak.<br />
<br />
2. Permasalahan<br />
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah karya tulis ini dapat dirumuskan : Apakah penerapan manajemen berbasis sekolah dapat meningkatkan mutu guru dan sarana prasarana di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak?<br />
3. Strategi Pemecahan Masalah<br />
Untuk penerapan MBS di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak ada strategi pemecahan masalah :<br />
1. Seleksi Mutu Guru<br />
Kepala Sekolah mengadakan pengamatan terhadap guru berdasarkan data yang ada yaitu kualifikasi akademik, pendidikan dan latihan, seminar, prestasi guru dan mengamati kesejahteraan guru berdasarkan data yang ada.<br />
2. Seleksi Mutu Sarana Prasarana<br />
Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah mengadakan pengamatan terhadap sarana prasarana yang ada berdasarkan pada data yang ada. Kemudian untuk pengadaan berdasarkan skala prioritas atau sarana prasarana yang sangat diperlukan pada saat ini (dalam satu tahun pelajaran).<br />
3. Merencanakan Peningkatan<br />
Kepala Sekolah beserta Komite Sekolah merencanakan berbagai prosedur untuk meningkatkan mutu guru baik guru negeri maupun guru non negeri beserta kesejahteraannya.<br />
Kepala Sekolah beserta Komite Sekolah merencanakan berbagai prosedur untuk perbaikan dan pengadaan sarana prasarana.<br />
4. Analisis<br />
Kepala Sekolah beserta Komite Sekolah menganalisis berbagai informasi dan data.<br />
5. Evaluasi<br />
Kepala Sekolah dan Komite Sekolah melakukan evaluasi mengenai kontribusi berbagai pengamatan dan perencanaan terhadap peningkatan mutu guru, kesejahteraan, perbaikan dan pengadaan sarana prasarana.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Tahapan Operasional Pelaksanaannya<br />
Berdasarkan uraian tentang manajemen berbasis sekolah dapat digambarkan bahwa penerapan manajemen ini dapat meningkatkan mutu guru dan sarana prasarana.<br />
Adapun langkah-langkah yang diterapkan pada proses manajemen berbasis sekolah di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak adalah sebagai berikut :<br />
a. Pada akhir tahun pelajaran kepala sekolah dan guru mengadakan rapat dewan guru<br />
b. Hasil rapat dewan guru kita musyawarahkan dulu rapat dengan ketua komite beserta pengurus / bidang-bidang komite<br />
c. Hasil rapat di atas kita angkat pada rapat komite beserta orang tua wali murid, penyelenggara, tokoh masyarakat dan tokoh agama, instansi terkait pada awal tahun pelajaran<br />
d. Kegiatan rapat bersama yaitu mengangkat tentang kegiatan kebutuhan yang akan dilaksanakan pada awal tahun pelajaran dan akhir pelajaran atau selama satu tahun pelajaran<br />
e. Keputusan rapat komite dapat disyahkan kalau 75 % orang tua / wali murid hadir pada kegiatan rapat komite<br />
f. Pada akhir tahun ajaran kepala sekolah mengadakan rapat komite dan menyampaikan laporan pertanggung jawaban kegiatan yang telah dilaksanakan kepada komite sekolah dan wali murid.<br />
g. Kepala sekolah memberikan surat pemberitahuan / kesimpulan hasil rapat komite kepada orang tua wali murid, komite sekolah, penyelenggara, tokoh masyarakat dan instansi terkait yang diketahui oleh ketua komite sekolah<br />
h. Rapat komite beserta orang tua wali murid, penyelenggara, tokoh masyarakat, tokoh agama, instansi terkait dilaksanakan minimal 2 kali selama 1 tahun pelajaran dan dilaksanakan setiap tahun<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
<br />
Kajian Teori<br />
Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Catatan: sumber daya terbagi menjadi sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, bahan/material, dan uang); input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, limitasi yang terwujud dalam bentuk ketentuan-ketentuan. (Poernomosidi Hadjisarosa, 1997)<br />
Berbasis berarti "berdasarkan pada" atau "berfokuskan pada". Sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan "bekal kemampuan dasar" kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk barang/jasa, dan prosedur-prosedur kerja). (Poernomosidi Hadjisarosa, 1997).<br />
Dari uraian tersebut dapat dirangkum bahwa "manajemen berbasis sekolah" adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara otonomis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif)". Catatan: kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah meliputi: kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru, siswa, konselor, tenaga administratif, orangtua siswa, tokoh masyarakat, para profesional, wakil pemerintahan, wakil organisasi pendidikan. Lebih ringkas lagi, manajemen berbasis sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut (David, 1989 dalam unduh): manajemen berbasis sekolah = otonomi manajemen sekolah + pengambilan keputusan partisipatif. <br />
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung (Undang-Undang No.22 Th.1999 tentang Pemerintahan Daerah). Istilah otonomi juga sama dengan istilah "swa", misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, swalayan, dan swa-swa lainnya. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri. <br />
Untuk mencapai otonomi sekolah, diperlukan suatu proses yang disebut "desentralisasi". Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemeritah Dati I ke Dati II, dari Dati II ke sekolah, dan bahkan dari sekolah ke guru, tetapi harus tetap dalam kerangka pendidikan nasional. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diatur secara "sentralistik" menghasilkan fenomena-fenomena seperti berikut: lamban berubah/beradaptasi, bersifat kaku, normatif sekali orientasinya karena terlalu banyaknya lapis-lapis birokrasi, tidak jarang birokrasi mengendalikan fungsi dan bukan sebaliknya, uniformitas telah memasung kreativitas, dan tradisi serta serimoni yang penuh kepalsuan sudah menjadi kebiasaan. Kecil itu indah, adalah merupakan esensi desentralisasi. Menurut (Bailey 1991 dalam unduh), organisasi yang cakupan, pemerintahan, manajemen, dan ukurannya kecil, mudah beradaptasi. Karena itu, desentralisasi bukan lagi merupakan hal penting untuk diterapkan, tetapi sudah merupakan keharusan. Dengan desentralisasi, maka: (1) fleksibilitas pengambilan keputusan sekolah akan tumbuh dan berkembang dengan subur, sehingga keputusan dapat dibuat "sedekat" mungkin dengan kebutuhan sekolah; (2) akuntabilitas / pertanggunggugatan terhadap masyarakat (majelis sekolah, orangtua peserta didik, publik) dan pemerintah meningkat; dan (3) kinerja sekolah akan meningkat (efektivitasnya, kualitasnya, efisiensinya, produktivitasnya, inovasinya, provitabilitasnya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moralnya). <br />
Pengambilan keputusan partisipatif (David, 1989 dalam unduh) adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan, orang tua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam pengambilan keputusan, maka yang bersangkutan akan ada "rasa memiliki" terhadap keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat pertisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan harus mempertimbangkan keahlian, yurisdiksi, dan relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan sekolah.<br />
Dengan pengertian diatas, maka pengembangan manajemen berbasis sekolah semestinya mengakar di sekolah, terfokus di sekolah, terjadi disekolah, dan dilakukan oleh sekolah. Untuk itu, penerapan manajemen berbasis sekolah memerlukan konsolidasi manajemen sekolah.<br />
<br />
1. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah<br />
Ada beberapa alasan pemilihan strategi pemecahan masalah dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ini :<br />
a. Bagi Guru<br />
1. Dapat meningkatkan kesejahteraan guru<br />
2. Dapat meningkatkan mutu guru<br />
3. Dapat meningkatkan kinerja guru<br />
b. Bagi Sekolah<br />
1. Meningkatkan sarana prasarana<br />
2. Meningkatkan kerja sama<br />
3. Meningkatkan kinerja sekolah<br />
4. Meningkatkan budaya mutu<br />
5. Memanfaatkan peran serta masyarakat<br />
<br />
2. Hasil atau Dampak yang Dicapai<br />
Dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak diperoleh hasil atau dampak sebagai berikut :<br />
a. Bagi Guru<br />
1. Dapat meningkatkan / ada kenaikan kesejahteraan setiap tahunnya<br />
2. Dapat meningkatkan kualifikasi akademik<br />
Dari pendidikan SMA melanjutkan ke D2. Dari pendidikan D2 melanjutkan ke S1. Dari S1 melanjutkan ke S2. Jadi sampai saat ini guru TK Pertiwi Bango 6 orang yang melanjutkan pendidikan ada 3 orang guru yaitu 2 guru ke S1 dan 1 guru ke S2 dengan biaya sendiri.<br />
Telah disepakati antara Kepala Sekolah, guru dan komite, diklat inovasi pembelajaran / kurikulum diikuti semua guru di biayai dari dana operasional sekolah.<br />
Diklat yang meliputi bagian dari kurikulum diikuti 3 guru dibiayai sekolah. Seminar-seminar yang dilaksanakan oleh instansi lain, disepakati boleh mengikuti dengan biaya sendiri. Sehingga TK Pertiwi Bango dapat meraih prestasi yang signifikan dari anak dapat meraih prestasi sampai ke Tingkat Provinsi dan DIY, guru dan kepala sampai ke Tingkat Kabupaten dan Kepala Sekolah saat ini bisa mengikuti lomba ke Tingkat Provinsi.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
b. Bagi Sekolah<br />
Meningkatkan sarana prasarana mulai tahun 2000 sampai sekarang :<br />
1. Pemasangan sumber daya listrik<br />
2. Memperbaiki gedung yang ± 25 % rusak (penggantian genting, talang, teras)<br />
3. Pengadaan bola tangga<br />
4. Pengadaan ruang kantor / ruang Kepala Sekolah berlantai keramik<br />
5. pengecatan mebeler<br />
6. Pengadaan ruang UKS, ruang guru, ruang gudang, 2 kamar mandi / WC, ruang dapur berkeramik<br />
7. Pemasangan pompa air dari air sungai<br />
8. Pengadaan tape recorder dan radio<br />
9. Penambahan ventilasi dinding gedung<br />
10. Pengadaan plafon 2 ruang kelas dan pengecatan dengan gambar bulan, bintang<br />
11. Pengadaan pagar pintu sekolah bertuliskan TK Pertiwi Bango<br />
12. Pengecatan dinding sekolah dan alat-alat permainan diluar kelas<br />
13. Pengecatan dinding 2 ruang kelas sesuai tema pembelajaran di TK<br />
14. Pengadaan papan tulis<br />
15. Pengadaan titian (dulu sudah ada tetapi rusak)<br />
16. Pengadaan tiang bendera (dulu sudah ada diganti yang lebih baik)<br />
17. Pengadaan komedi putar<br />
18. Pengadaan telepon<br />
19. Pengadaan 2 kipas angin untuk di ruang kelas<br />
20. Pengadaan 4 almari peraga, 1 almari piala, 1 almari administrasi<br />
21. Pengadaan 8 karpet untuk ruang kelas<br />
22. Pengadaan dipan dan perlengkapannya di UKS<br />
23. Pengadaan taplak area<br />
24. Pengadaan alat peraga di dalam kelas<br />
25. Pengadaan tulisan-tulisan area yang menarik<br />
26. Pengadaan alat-alat dapur antara lain : rak piring, kompor, piring dan gelas, dan lain-lain<br />
27. Pengadaan timbangan dan meteran anak<br />
28. Pengadaan 4 meja besar untuk kegiatan belajar anak di area-area<br />
29. Pengadaan alat-alat kebersihan<br />
30. Pengadaan sisbox / tempat administrasi kepala sekolah dan guru<br />
<br />
3. Kendala-Kendala Yang Dihadapi<br />
Ada beberapa kendala dalam penerapan manajemen berbasis sekolah antara lain :<br />
a. Guru belum semuanya berkualifikasi akademik S1<br />
b. Karena terbatasnya lahan, maka belum bisa menambah ruang kelas<br />
c. Karena terbatasnya lahan untuk kegiatan bermain diluar maka belum bisa menambah alat-alat untuk bermain diluar kelas<br />
<br />
4. Faktor-Faktor Pendukung<br />
Ada beberapa faktor pendukung dalam penerapan manajemen berbasis sekolah antara lain :<br />
a. Buku panduan manajemen berbasis sekolah<br />
b. Rencana pelaksanaan peningkatan kualifikasi pendidikan dan peningkatan kesejahteraan<br />
c. Rencana perbaikan, pengembangan / pengadaan sarana prasarana<br />
d. Lembar realisasi program<br />
<br />
5. Alternatif Pengembangan<br />
Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ada alternatif pengembangan :<br />
a. MBS dapat meningkatkan mutu guru maka perlu ditingkatkan peran serta masyarakat dan disosialisasi ke TK lain<br />
b. MBS dapat meningkatkan sarana prasarana maka perlu ditingkatkan peran serta masyarakat dan disosialisasikan di TK lain<br />
<br />
BAB III<br />
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL<br />
<br />
<br />
1. Simpulan<br />
Berdasarkan hasil penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang telah dilaksanakan di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak dapat disimpulkan bahwa sangat tepat untuk meningkatkan mutu guru dan dapat meningkatkan sarana prasarana. Secara khusus karya tulis ini dapat disimpulkan sebagai berikut :<br />
a. Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat meningkatkan kesejahteraan guru<br />
b. Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat meningkatkan kualifikasi pendidikan<br />
c. Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat meningkatkan kinerja guru<br />
d. Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat meningkatkan sarana prasarana dari yang belum ada dapat diadakan, dari yang rusak dapat diperbaiki. Sehingga keadaan TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak sampai saat ini tidak ketinggalan dengan TK-TK yang ada di kota walaupun keberadaan TK ada di desa<br />
e. Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat meningkatkan kerja sama dan peran serta masyarakat secara optimal<br />
<br />
2. Rumusan Rekomendasi Operasional Untuk Implementasi Temuan<br />
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan sebelumnya serta data dan bukti yang di dapat setelah penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak maka penulis merekomendasikan untuk penerapan lebih lanjut :<br />
- Mengingat manajeman berbasis sekolah telah terbukti mampu meningkatkan mutu guru<br />
- Mengingat manajeman berbasis sekolah telah terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan guru<br />
- Mengingat manajeman berbasis sekolah telah terbukti mampu meningkatkan sarana prasarana, dari yang belum ada dapat diadakan, dari yang rusak dapat diperbaiki / dapat menjadi baik.<br />
- Mengingat manajeman berbasis sekolah telah terbukti mampu meningkatkan kerja sama dan memanfaatkan peran serta masyarakat secara optimal<br />
<br />
UPTD PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA<br />
KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK<br />
Jl. Diponegoro No. 3 Telp. (0291) 685709 Demak<br />
<br />
Nomor : Kepada Yth.<br />
Lampiran : 1 bendel Kepala Dinas Pendidikan Pemuda<br />
Perihal : Pengesahan dan Olah Raga Kabupaten Demak<br />
<br />
<br />
<br />
Berdasarkan hasil pengamatan kami dilapangan bahwa karya tulis yang berjudul : Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Guru dan Sarana Prasarana di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak, yang dibuat oleh :<br />
<br />
N a m a : KUSTI’AH, S.Pd<br />
N I P : 19650620 198702 2 003<br />
Tempat Tanggal Lahir : Demak, 20 Juni 1965<br />
Pangkat / Golongan Ruang : Pembina IVa<br />
J a b a t a n : Kepala Taman Kanak-Kanak<br />
Unit Kerja : TK Pertiwi Desa Bango UPTD Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Demak Kabupaten Demak<br />
<br />
Benar-benar murni hasil karyanya.<br />
Demikian hasil pengamatan, semoga dapat dipergunakan semestinya.<br />
<br />
<br />
Demak, Juni 2010<br />
K e p a l a<br />
<br />
<br />
KHOLIDIN, SH.MM<br />
NIP. 19630416 1988 1 006<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
Direktorat Dikmenum. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.<br />
Dewan Perwakilan Rakyat. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat.<br />
http://okidermawan.multiply.com/journal/item/3<br />
jam 8.46 30 mei 2010<br />
Poernomosidi Hadjisarosa. 1997. Naskah 1: Butir-Butir untuk Memahami Pengertian Mengenali Hal Secara Utuh dan Benar (Bahan Kuliah STIE Mitra Indonesia).David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-32064818575998710942010-12-09T20:41:00.000-08:002010-12-09T20:41:58.623-08:00PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION DALAM RANGKA MENINGKATKAN KECERDASAN BAHASAPENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION DALAM RANGKA MENINGKATKAN KECERDASAN BAHASA<br />
DI TK PERTIWI BANGO <br />
KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK<br />
TAHUN 2010<br />
<br />
<br />
<br />
Diajukan sebagai kegiatan pengembangan provesi untuk memenuhi sebagian syarat lomba Kepala Taman Kanak-Kanak Berprestasi<br />
<br />
Disusun oleh :<br />
NAMA : KUSTI’AH, S.Pd<br />
NIP : 19650620 198702 2 003<br />
HP : 085290663711<br />
UNIT KERJA : TK PERTIWI BANGO<br />
KEC. DEMAK KAB. DEMAK<br />
TELP. (0291) 4284484<br />
<br />
UPTD PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA<br />
KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK<br />
TAHUN 2010<br />
<br />
KATA PENGANTAR<br />
<br />
<br />
Alhamdulillahirobbil alamin berkat rahmat dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa saya bisa menyelesaikan Karya Tulis, dengan judul Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation Dalam Rangka Meningkatkan Kecerdasan Bahasa di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak sebagai prasyarat Lomba Kepala TK Berprestasi Kabupaten Demak Tahun 2010, walaupun masih banyak kekurangan, inilah sumbangsih saya kepada dunia pendidikan, khususnya pendidikan di Taman Kanak-Kanak.<br />
Penyempurnaan Kurikulum dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan yang akan datang sangat menuntut kita untuk meningkatkan sumber daya manusia guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di Taman Kanak-Kanak.<br />
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini tak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :<br />
1. Kepala UPTD Dikpora Kecamatan Demak<br />
2. Pengawas TK / SD Kecamatan Demak<br />
3. Kepala TK Pertiwi Bango yang sekaligus melaksanakan penerapan supervisi ini<br />
4. Rekan-rekan guru TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak<br />
5. Ketua Komite dan bidang-bidang / seksi Komite Sekolah<br />
6. Ketua penyelenggara TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak<br />
Akhirnya penulis memohon maaf apabila dalam laporan karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran demi peningkatan dan penyempurnaan karya tulis ini.<br />
<br />
Demak, Mei 2010<br />
<br />
Penulis<br />
<br />
DAFTAR ISI<br />
<br />
Halaman<br />
Halaman Judul i<br />
Kata Pengantar ii<br />
Daftar Isi iii<br />
<br />
BAB I PENDAHULUAN 1<br />
1. Latar Belakang Masalah 1<br />
2. Permasalahan 3<br />
3. Strategi Pemecahan Masalah 3<br />
<br />
BAB II PEMBAHASAN 7<br />
1. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah 12<br />
2. Hasil atau Dampak yang Dicapai 13<br />
3. Kendala-Kendala yang Dihadapi 14<br />
4. Faktor-Faktor Pendukung 14<br />
5. Alternatif Pengembangan 15<br />
<br />
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL 16<br />
1. Simpulan 16<br />
2. Rumusan Rekomendasi Operasional untuk Implementasi <br />
Temuan 16<br />
<br />
PENGESAHAN 18<br />
DAFTAR PUSTAKA 19<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
1. Latar Belakang Masalah<br />
Perubahan telah terjadi di mana-mana, termasuk di dunia pendidikan. Dunia pendidikan secara terus-menerus mengalami proses perubahan dan perkembangan. Perkembangan ini berawal dari tidak ada menjadi ada, dari yang sudah ada menjadi lebih baik, dan yang sudah baik menjadi lebih baik dan sempurna, dan seterusnya. Proses perubahan yang terjadi di dunia pendidikan kita saat ini secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dalam masyarakat.<br />
Salah satu tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan kita adalah mampu menciptakan manusia yang memiliki kemampuan dalam melakukan kerja sama dengan orang lain. Keinginan ini tidak bisa diindahkan begitu saja oleh dunia pendidikan kita, begitu pula oleh lembaga formal Taman kanak-kanak. Taman Kanak-kanan sebagai lembaga pendidikan formal yang terendah juga harus mampu menanamkan sikap kerja sama dengan orang lain dengan melakukan kreativitas dalam melakukan proses pembelajaran di sekolah, namun juga tidak bisa melepaskan begitu saja prinsip ”Belajar sambil bermain, bermain seraya belajar” dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Di samping itu perlu juga diperhatikan bahwa batasan pembelajara pada lembaga TK adalah tidak menargetkan pada suatu hasil, tetapi pada prosesnya. Jika prosesnya benar dan baik, secara otomatis hasilnya juga akan baik, bahkan bisa di luar dugaan.<br />
Berdasarkan dari persoalan yang ada dan berpatokan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi TK 2004, yang di dalamnya terdapat dua formula besar yang harus dikembangkan, yaitu pembentukan perilaku dan pembentukan kemampuan dasar, pembentukan perilaku dijabarkan ke dalam empat poin, di antaranya : moral dan nilai-nilai agama; sosial; emosional; dan kemandirian. Adapun kemampuan dasar juga dijabarkan ke dalam empat poin juga, yaitu berbahasa; kognitif; fisik / motorik; dan seni. Penulis melakukan pengamatan terhadap permasalahan yang terjadi di TK Pertiwi Bango, bahwa salah satu kecerdasan yang harus tergali oleh siswa TK, yaitu Kecerdasan Bahasa. Siswa pada TK Pertiwi Bango sangatlah rendah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor di bawah ini.<br />
a. Kemampuan siswa untuk berbicara secara lancar rendah<br />
b. Kekayaan kosakata siswa yang masuk dalam kategori baik hanya sedikit<br />
c. Kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan hanya sedikit<br />
d. Kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerita tentang gambar yang ada secara berurutan hanya sedikit<br />
Permasalahan yang terjadi tidak terlepas dari kurangnya wawasan guru dalam memilih dan menerapkan metode yang tepat untuk digunakan dalam mengembangkan kecerdasan bahasa pada anak.<br />
Kondisi seperti ini tidak bisa didiamkan begitu saja. Karena, jika penerapan proses awal salah, hal ini sudah bisa dipastikan bahwa proses selanjutnya juga akan mengalami kegagalan. Dengan demikian, perbaikan proses pembelajaran di tingkat lembaga formal TK ini.<br />
Berdasarkan permasalahan di atas, sangatlah penting bagi penulis untuk mencoba menerapkan penggunaan metode cooperative learning tipe group investigation dalam meningkatkan kecerdasan bahasa di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Metode ini merupakan salah satu metode yang tidak hanya mampu mengajak siswa untuk memiliki emosional yang baik dalam berhubungan dengan temannya, tetapi juga mampu menggali kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh anak.<br />
Dapat disimpulkan bahwa akar permasalahan yang terjadi adalah penggunaan metode yang kurang tepat dalam melakukan proses belajar mengajar dalam kegiatan pengembangan kemampuan berbahasa, sekaligus memenuhi tuntutan masyarakat dalam membekali anak untuk memiliki sikap kerja sama. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menggunakan metode cooperative learning tipe group investigation yang tidak hanya melatih anak untuk mengasah emosionalnya, tetapi juga menggali kemampuan anak dalam berkomunikasi melalui kegiatan cerita bergambar.<br />
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengangkat judul ”Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation Dalam Rangka Meningkatkan Kecerdasan Bahasa Pada Siswa di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak”.<br />
<br />
2. Permasalahan<br />
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah karya tulis ini dapat dirumuskan ”Apakah penerapan metode cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan kecerdasan bahasa melalui proses kegiatan cerita bergambar pada siswa di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak?”<br />
<br />
3. Strategi Pemecahan Masalah<br />
Untuk penerapan metode cooperative learning tipe group investigation di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak ada strategi pemecahan masalah yaitu :<br />
1. Seleksi Topik<br />
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kelompok akademik.<br />
2. Merencanakan Kerja Sama<br />
Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum (goals) yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih pada langkah 1 di atas.<br />
3. Implementasi<br />
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.<br />
4. Analisis dan Sintesis<br />
Para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.<br />
5. Penyajian Hasil Akhir<br />
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencari suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan oleh guru.<br />
6. Evaluasi<br />
Selanjutnya, guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individual atau kelompok, atau keduanya.<br />
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran group investigation adalah salah satu tipe dari pembelajaran cooperative learning yang mengajak siswa untuk berperan serta dalam penentuan topik, kebebasan dalam mengemukakan pendapat, dan menuntut siswa untuk melakukan kerja sama dengan anggota kelompoknya.<br />
Agar dalam penerapan model pembelajaran tipe group investigation, seorang instruktor, dalam hal ini adalah pengajar atau guru harus memahami tentang dasar-dasar dari cooperative learning. Guru juga membutuhkan kemampuan dalam mengkondisikan situasi yang aktif agar bisa bersama-sama dengan siswa menentukan topik yang dibahas. Guru juga harus mampu mengolah siswa untuk mengembangkan keterampilan sosialnya seperti dalam berkomunikasi, konflik manajemen, pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan membangun kepercayaan.<br />
<br />
Tahapan Operasional Pelaksanaannya<br />
Berdasarkan uraian tentang pembelajaran cooperative learning tipe group investigation dapat digambarkan bahwa metode pembelajaran ini mampu mengakomodasi keempat aspek kecerdasan, yaitu : kecerdasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual pada lembaga TK. Pada karya tulis ini akan dikembangkan kecerdasan intelektual bahasa pada anak tanpa mengesampingkan tiga aspek kecerdasan yang lainnya. Langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe group investigation disesuaikan dengan prinsip pembelajaran di TK.<br />
Adapun langkah-langkah yang diterapkan pada proses pembelajaran di lingkungan TK Pertiwi Bango adalah sebagai berikut :<br />
a. Guru membagi kelas menjadi 6 kelompok yang heterogen<br />
b. Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :<br />
1) Anak mengikuti guru bercerita<br />
2) Anak berdiskusi atau kerja kelompok untuk menyampaikan ide yang terdapat dalam gambar<br />
3) Anak yang dapat menyampaikan ide dari gambar tersebut akan diberikan penghargaan atau hadiah<br />
c. Guru memperlihatkan gambar kepada anak dan membacakan tulisan sederhana yang ada kemudian menceritakannya<br />
d. Guru membagikan gambar / alat peraga pada masing-masing kelompok (satu kelompok, satu gambar).<br />
e. Anak mendiskusikan ide / isi dari gambar untuk mendapatkan isi cerita secara keseluruhan<br />
f. Guru sebagai motivator, guru membantu kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan melalui pertanyaan-pertanyaan<br />
g. Guru memberikan kesempatan pada kelompok mana yang telah siap menceritakan isi gambar yang telah didiskusikan (secara kelompok)<br />
h. Secara bergiliran anak menceritakan isi gambar (secara individu)<br />
i. Guru memberikan penghargaan / hadiah pada anak yang berani bercerita di depan kelas<br />
j. Pada saat proses pembelajaran, guru mengobservasi dan mengadakan penilaian dengan instrumen yang telah disediakan.<br />
k. Anak dan guru menyimpulkan isi cerita pada gambar<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
<br />
Kajian Teori<br />
1. Kecerdasan<br />
Istilah kecerdasan diturunkan dari kata intelegensi (Wahab, 2000 : 70). Intelegensi merupakan suatu kata yang memiliki makna yang sangat abstrak. Namun demikian, banyak ahli psikologi yang mencoba mengembangkan ikonnya dalam memahami intelegensi.<br />
Dari berbagai macam pengertian yang dikemukakan oleh para ahli psikologi, Wahab menyimpulkan bahwa kecerdasan adalah suatu konsep abstrak yang diukur secara tidak langsung oleh psikologi melalui tes intelegensi untuk mengestimasikan proses intelektualnya.<br />
Lebih lanjut, Wahab (2000) mengatakan bahwa intelegensi mempunyai beberapa komponen, antara lain kemampuan verbal, keterampilan pemecahan masalah, kemampuan belajar dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan, dan pengalaman sehari-hari. Intelegensi adalah kesanggupan mental untuk memahami, menganalisis secara kritis, cermat, dan teliti serta menghasilkan ide-ide baru secara efektif dan efisien.<br />
<br />
Kecerdasan Bahasa<br />
Gardner, Howard dalam bukunya yang berjudul ”Multiple Intelligences” (1993) mengatakan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Gambaran mengenai spektum kecerdasan yang luas telah membuat mata para orang tua maupun guru tentang adanya wilayah-wilayah yang secara spontan akan diminati oleh anak-anak dengan semangat yang tinggi. Dengan demikian, masing-masing anak tersebut akan merasa pas menguasai bidangnya masing-masing. Bukan hanya cakap pada bidang tersebut yang memang sesuai dengan minatnya, melainkan juga akan sangat menguasainya sehingga menjadi amal. Para ahli lebih lanjut mengatakan bahwa terdapat unsur kecerdasan. Salah satunya adalah kecerdasan verbal linguistik atau yang lebih dikenal dengan istilah kecerdasan bahasa. Kecerdasan bahasa ini berkaitan dengan kemampuan menggunakan kata-kata dan memanfaatkan bahasa untuk mengekspresikan pengertian yang kompleks secara efektif.<br />
Kecerdasan bahasa tidak hanya sekedar bisa menulis dan bisa membaca secara harfiah sesuatu yang seringkali kita banggakan pada anak-anak kita di usia TK tetapi juga berkaitan dengan kemampuan untuk mencerna apa yang dibaca dan menuangkan apa yang dipikirkan. Anak-anak dengan kecerdasan ini biasanya senang bercerita dan kaya kosakata (Tim Pustaka Famili, 2006 : 82).<br />
Menurut Gardner (1993), kecerdasan bahasa memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.<br />
Anak-anak dengan kecerdasan bahasa yang tinggi, umumnya ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa, seperti : membaca, menulis karangan, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan sebagainya. Anak-anak seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat, misalnya terhadap nama-nama seseorang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu bahasa baru, anak-anak ini umumnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak lainnya.<br />
Mayer dan Salovey (1997) mengungkapkan ada lima ranah kecerdasan emosional di dalam bahasa, yaitu (1) mengenali emosi sendiri, (2) mengatur emosi, dan (3) memotivasi (4) mengenali emosi orang lain, dan (5) membina hubungan dengan orang lain.<br />
<br />
<br />
(1) Mengenali Emosi Sendiri<br />
Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Akhirnya, tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.<br />
(2) Mengatur Emosi<br />
Mengatur emosi berarti menanggapi perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan, dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya, orang yang buruk kemungkinannya dalam mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.<br />
(3) Memotivasi Diri<br />
Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui berikut, yaitu : a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berpikir positif; d) optimisme; e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada suatu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya, seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.<br />
<br />
<br />
<br />
(4) Mengenali Emosi Orang Lain<br />
Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.<br />
(5) Membina Hubungan dengan Orang Lain<br />
Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. tanpa memiliki keterampilan, seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh mengganggu atau tidak berperasaan.<br />
Hal yang hampir senada juga dikemukakan oleh Robert Coles dalam bukunya yang berjudul ”The Moral Intellegence of Children”, (1997) bahwa di samping IQ, ada suatu jenis kecerdasan yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya.<br />
Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Semua ini merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak di masa depan.<br />
<br />
2. Pembelajaran Cooperative Learning<br />
Cooperative learning adalah model pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang lebih silih asah, silih asih, dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata (Abdurahman dan Bintoro, 2000 : 78).<br />
<br />
Falfasah yang mendasari model cooperative learning dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socios. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Tanpa kerja sama atau kooperatif, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah (Lie, 1999 : 28).<br />
Dalam konteks di atas, Johnson dan Smith (1991) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. <br />
Lie (2000 : 90) berpendapat bahwa cooperative learning bertujuan untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya. Selain itu, suasana yang positif timbul dari metode cooperative learning bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pekerjaan dan sekolah. Dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan ini, siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.<br />
Dapat disimpulkan bahwa esensi dari cooperative learning terletak pada tanggung jawab individu, sekaligus kelompok, sehingga dalam diri setiap siswa tumbuh dan berkembang sikap-laku saling ketergantungan (independent) secara positif. Dengan demikian menjadikan belajar melalui kerja sama dalam kelompok akan berjalan seoptimal mungkin. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja, dan bertanggung jawab sampai tujuan dapat diwujudkan.<br />
<br />
3. Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Group Investigation<br />
Sharan tahun 1991 mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok atau yang lebih populer dengan istilah group investigation yang semula dirancang oleh Horbert Thelan. Pembelajaran ini dimaksudkan untuk membina sikap tanggung jawab dan bekerja sama dalam kelompok, dan membina sikap saling menghargai pendapat anggota kelompok serta membiasakan untuk berani mengungkapkan pendapat.<br />
Basically, group investigation involves the integration of four essential features : investigation interaction interpretation and intrinsic motivation (Sharan & Sharan, 1992).<br />
Ciri-ciri dari pembelajaran group investigation adalah adanya kegiatan penyelidikan, interaksi hubungan (timbal-balik), interpretasi, dan motivasi diri. Pembelajaran dengan menggunakan model group investigation sangat sesuai dengan filosofi dari Jon Dewey yang menyebutkan bahwa ”The students would have experienced meaningful learning if they have been exposed to the stages of scientific inquiry”. Dengan demikian, melalui pembelajaran ini dapat membantu siswa untuk “learn how to learn” (Sharan & Sharan, 1992).<br />
Untuk menghindari perbedaan pemahaman bebrapa istilah yang digunakan dalam judul dan pernyataan karya tulis perlu diberikan penjelasan sebagai berikut.<br />
a. Kecerdasan bahasa adalah kecerdasan yang memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Indikator peningkatan kecerdasan bahasa adalah pertambahan perbendaharaan kosakata, kecakapan dalam mengolah kata, dan bercerita.<br />
b. Metode cooperative learning adalah pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil yang siswanya belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan seoptimal mugkin.<br />
c. Metode cooperative learning tipe group investigation adalah salah satu tipe dari pembelajaran cooperative learning yang mengajak siswa untuk berperan serta dalam penentuan topic, kebebasan dalam mengemukakan pendapat, dan menuntut siswa untuk melakukan kerja sama dengan anggota kelompoknya.<br />
<br />
1. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah<br />
Ada beberapa alasan pemilihan strategi pemecahan masalah dalam penerapan metode cooperative learning tipe group investigation :<br />
<br />
<br />
a. Bagi Anak / Siswa<br />
1. Meningkatkan kecerdasan bahasa<br />
2. Menanamkan sikap emosional yang baik pada anak dalam melakukan kerja sama<br />
3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berbicara secara lancar<br />
4. Meningkatkan kekayaan kosakata siswa<br />
5. Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan<br />
6. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerita tentang gambar yang ada secara berurutan<br />
7. Meningkatkan makna kerja sama<br />
b. Bagi Guru<br />
1. Menambah wawasan guru tentang metode pembelajaran yang bisa diterapkan di Taman Kanak-kanak<br />
2. Meningkatkan keterampilan dalam penggunaan metode yang tepat dalam proses pembelajaran<br />
3. Meningkatkan keterampilan guru dalam memilih alat pembelajaran yang tepat<br />
4. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan kualitas profesional guru dalam melakukan pembelajaran<br />
5. Meningkatkan minat untuk melakukan pembaharuan / inovatif<br />
6. Meningkatkan pemahaman tentang metode<br />
<br />
2. Hasil atau Dampak Yang Dicapai<br />
Dari penerapan metode cooperative learning tipe group investigation diperoleh hasil atau dampak sebagai berikut :<br />
a. Anak dapat bekerja sama dengan baik oleh semua kelompoknya<br />
b. Anak dapat berbicara lancar dalam menceritakan gambar<br />
c. Anak mempunyai kekayaan kosakata<br />
d. Anak mempunyai kemampuan mengungkapkan ide / gagasan cerita<br />
e. Anak dapat menceritakan gambar secara urut<br />
3. Kendala-Kendala Yang Dihadapi<br />
Ada beberapa kendala dalam penerapan metode cooperative learning tipe group investigation sebagai berikut :<br />
a. Anak masih malu dan belum terbiasa untuk bercerita di depan kelas<br />
b. Anak masih merasa belum terbiasa mengutarakan ide atau gagasannya<br />
c. Anak masih sulit menggunakan kosakata dalam kegiatan berbicara dan bercerita<br />
d. Yang berani maju ke depan kelas belum semuanya<br />
<br />
4. Faktor-Faktor Pendukung<br />
Ada beberapa faktor pendukung terlaksananya penerapan metode cooperative learning tipe group investigation sebagai berikut :<br />
a. Silabus<br />
Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolaan kelas yang digunakan sebagai landasan dalam penyusunan RPP.<br />
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)<br />
RPP adalah perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun tiap putaran. Dalam RPP, memuat kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran, skenario pembelajaran, alat peraga, penilaian, dan kegiatan belajar mengajar.<br />
c. Lembar Observasi Siswa<br />
Lembar obsevasi ini digunakan untuk memantau setiap perkembangan siswa mengenai kemampuan bercerita yang menjadi patokan dalam pengukuran tingkat kecerdasan bahasa siswa.<br />
d. Lembar Observasi Guru<br />
Lembar observasi ini disusun untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Penguasaan terhadap metode yang dipakai serta penguasaan khas dalam menerapkan metode.<br />
<br />
5. Alternatif Pengembangan<br />
Di dalam penerapan metode cooperative learning tipe group investigation ini ada alternatif pengembangan yaitu :<br />
a. Penerapan metode cooperative learning tipe group investigation karena dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa maka perlu dimanfaatkan dan disosialisasikan kepada guru atau TK lain.<br />
b. Pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning tipe group investigation mampu mengarah kecerdasan emosi anak, hubungan dengan orang lain, membiasakan anak untuk bekerja sama dalam kelompok kecil maka perlu ditingkatkan dan disosialisasikan kepada guru atau TK lain.<br />
c. Penerapan metode cooperative learning tipe group investigation karena dapat menambah wawasan guru dalam menerapkan metode dan melatih keterampilan guru dalam mengelola kelas maka perlu ditingkatkan dan disosialisasikan kepada guru atau TK lain.<br />
<br />
BAB III<br />
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL<br />
<br />
<br />
1. Simpulan<br />
Bedasarkan hasil penerapan metode cooperative learning tipe group investigation yang telah dilaksanakan di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode cooperative learning tipe group investigation sangat tepat untuk meningkatkan kecerdasan bahasa siswa melalui kegiatan bercerita. Secara khusus, karya tulis ini dapat disimpulkan sebagai berikut :<br />
1. Penerapan metode cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak.<br />
2. Pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning tipe group investigation juga mampu mengasah kecerdasan emosi anak, yang berkaitan dengan dengan hubungan dengan orang lain. Karena, metode ini membiasakan anak untuk bekerja sama dalam kelompok kecil.<br />
3. Di samping itu juga dengan penerapan metode cooperative learning tipe group investigation pada TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak menambah wawasan guru dalam memilih strategi dan metode yang tepat untuk diterapkan di kelas dan disesuaikan dengan tujuan dari setiap pembelajaran yang diadakan. Selain itu, melatih keterampilan guru dalam mengelola kelas.<br />
<br />
2. Rumusan Rekomendasi Operasional Untuk Implementasi Temuan<br />
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan sebelumnya serta data dan bukti nyata yang didapat setelah penerapan metode cooperative learning tipe group investigation yang ternyata mampu mengasah dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak serta membekali skill life pada anak, penulis merekomendasikan :<br />
a. Penerapan Lebih Lanjut<br />
Mengingat pelaksanaan penerapan ini hanya berjalan dengan subjek yang cukup banyak dalam satu kelas, penulis atau guru lain diharapkan dapat melanjutkan untuk mendapatkan temuan yang lebih signifikan.<br />
b. Penerapan Hasil Karya Tulis Ilmiah<br />
Mengingat metode cooperative learning tipe group investigation telah terbukti mampu mengasah dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak serta membekali skill life pada anak, diharapkan guru lain mau mencoba model pembelajaran ini. Selain itu, selalu mempersiapkan dengan baik sebelum melakukan pembelajaran, seperti metode pendekatan dalam kelas, trik ketika anak mulai jenuh, metode pendekatan dalam memotivasi siswa, dan persiapan-persiapan yang lain.<br />
<br />
UPTD PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA<br />
KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK<br />
Jl. Diponegoro No. 3 Telp. (0291) 685709 Demak<br />
<br />
Nomor : Kepada Yth.<br />
Lampiran : 1 bendel Kepala Dinas Pendidikan Pemuda<br />
Perihal : Pengesahan dan Olah Raga Kabupaten Demak<br />
<br />
<br />
<br />
Berdasarkan hasil pengamatan kami dilapangan bahwa karya tulis yang berjudul : Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation Dalam Rangka Meningkatkan Kecerdasan Bahasa di TK Pertiwi Bango Kecamatan Demak Kabupaten Demak Tahun 2010, yang dibuat oleh :<br />
<br />
N a m a : KUSTI’AH, S.Pd<br />
N I P : 19650620 198702 2 003<br />
Tempat Tanggal Lahir : Demak, 20 Juni 1965<br />
Pangkat / Golongan Ruang : Pembina IVa<br />
J a b a t a n : Kepala Taman Kanak-Kanak<br />
Unit Kerja : TK Pertiwi Desa Bango UPTD Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Demak Kabupaten Demak<br />
<br />
Benar-benar murni hasil karyanya.<br />
Demikian hasil pengamatan, semoga dapat dipergunakan semestinya.<br />
<br />
<br />
Demak, Mei 2010<br />
K e p a l a<br />
<br />
<br />
KHOLIDIN, SH.MM<br />
NIP. 19630416 1988 1 006<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
Abdurrahman, M & Bintoro, T. 2000. Memahami dan Menangani Siswa dengan Problem Belajar. Jakarta : Depdiknas.<br />
Anam, K. 2000. Implementasi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Geografi, Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study. Buletin Pelangi Pendidikan. 3 (2) 1 – 3.<br />
Dhieni Nurbiana, 2005. Metode Pengembangan Bahasa. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka : Jakarta.<br />
Lie, A. 2000. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : Grasindo.<br />
Mustaji. 2000. Pengembangan Desain Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivistik pada Mata Pelajaran Kuliah Difusi Inovasi Pendidikan. Tesis Dalam. Malang PPS Universitas Negeri Malang.<br />
Sharan, Y. & Sharan, S. 1994. Group Investigation in the Cooperative Classroom. In :<br />
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory and Practice. Boston : Allin and Bacon.<br />
Tim PG-PAUD Universitas Terbuka. 2009. Analisis Kegiatan Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Terbuka : Jakarta.David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-66612372283408590132010-12-09T20:38:00.000-08:002010-12-09T20:38:46.576-08:00PELAKSANAAN OTONOMI DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 DI KABUPATEN DEMAKPELAKSANAAN OTONOMI DESA BERDASARKAN<br />
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004<br />
DI KABUPATEN DEMAK<br />
<br />
MAKALAH<br />
<br />
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum<br />
Dosen Pengampu : H. Jawade Hafidz, SH.MH<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Disusun oleh :<br />
KUSTI’AH<br />
MH.09.15.0794<br />
<br />
<br />
<br />
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER (S2) ILMU HUKUM<br />
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG<br />
SEMARANG<br />
2 0 1 0<br />
<br />
DAFTAR ISI<br />
<br />
<br />
HALAMAN JUDUL i<br />
DAFTAR ISI ii<br />
<br />
BAB I PENDAHULUAN 1<br />
A. Latar Belakang Masalah 1<br />
B. Rumusan Analisis 2<br />
C. Tujuan Analisis 3<br />
D. Manfaat Analisis 3<br />
<br />
BAB II ANALISIS 4<br />
A. Pelaksanaan Otonomi Desa di Kabupaten Demak 6<br />
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Otonomi Desa 7<br />
<br />
BAB III PENUTUP 9<br />
A. Simpulan 9<br />
B. Saran 9<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA 10<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam pemerintahan daerah sangat berkaitan erat dengan desentralisasi. Baik pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah adalah bagian dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan. Tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, setiap orang bisa hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat.<br />
Otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menawarkan berbagai macam paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada filosofi keaneka ragaman dalam kesatuan. Paradigma yang ditawarkan antara lain :<br />
1. Kedaulatan rakyat<br />
2. Demokrasi<br />
3. Pemberdayaan Masyararakat<br />
4. Pemerataan dan Keadilan<br />
Dengan diundangkannya Undnag-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah untuk diterapkan sebagai payung hukum pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, dapat memberikan implikasi yang besar bagi pelaksanaan pemerintahan di daerah termasuk juga pemerintahan desa.<br />
Konsep tentang definisi desa sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa yaitu untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :<br />
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.<br />
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten / Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa disertai pembeayaannya; yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.<br />
c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan / atau Pemerintah Kabupaten / Kota; yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.<br />
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Desa.<br />
<br />
B. Rumusan Analisis<br />
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :<br />
1. Bagaimana pelaksanaan Otonomi Desa di Kabupaten Demak berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ?<br />
2. Faktor-faktor apakah yang menjadi pendukung dan / atau penghambat pelaksanaan otonomi desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
C. Tujuan Analisis<br />
Tujuan dilaksanakannya analisis ini adalah :<br />
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Otonomi Desa di Kabupaten Demak berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.<br />
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan / atau penghambat pelaksanaan otonomi desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.<br />
<br />
D. Manfaat Analisis<br />
Analisis ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran akademis yakni diharapkan menemukan konsep-konsep baru dalam ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya yang berkenaan dengan pelaksanaan otonomi desa.<br />
<br />
BAB II<br />
ANALISIS<br />
<br />
<br />
Dasar pemikiran dari Otonomi Daerah adalah bahwa Negara Indonesia adalah merupakan negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian Otonomi Daerah adalah merupakan kebijaksanaan yang sangat sesuai dengan asas desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
Otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka menerapkan asas desentralisasi dalam Pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi diartikan sebagai pemerintahan kebebasan atas kemandirian (zelfstandigheid) bukan kemerdekaan (onafthankelijkheid), sedangkan otonomi daerah sendiri memiliki beberapa pengertian sebagai berikut :<br />
1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan pemerintahan sendiri.<br />
2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses penyejahteraan rakyat.<br />
3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut.<br />
<br />
4. Pemberian hak, wewenang dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.<br />
Otonomi nyata diartikan sebagai keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab berarti perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam bentuk tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
Berkaitan dengan Otonomi Daerah, bagi Pemerintah Desa; dimana keberadaannya berhubungan langsung dengan masyarakat dan sebagai ujung tombak pembangunan, Desa semakin dituntut kesiapannya baik dalam hal merumuskan Kebijakan Desa (dalam bentuk Perdes), merencanakan pembangunan desa yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta dalam memberikan pelayanan rutin kepada masyarakat. Demikian pula dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kreatifitas dan inovasi masyarakat dalam mengelola dan menggali potensi yang ada sehingga dapat menghadirkan nilai tambah ekonomis bagi masyarakatnya. Dengan demikian, maka cepat atau lambat desa-desa tersebut diharakan dapat menjelma menjadi desa-desa otonom, yakni masyarakat desa yang mampu memenuhi kepentingan dan kebutuhan yang dirasakannya.<br />
Keberhasilan pelaksanaan Otonomi Desa ditandai dengan semakin mampunya Pemerintah Desa memberikan pelayanan kepada masyarakat dan membawa kondisi masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik. Dengan terselenggaranya Otonomi Desa, maka hal itu akan menjadi pilar penting Otonomi Daerah, Keberhasilan Otonomi Daerah sangat ditentukan oleh berhasil tidaknya Otonomi Desa. Melalui pengertian tersebut, prinsip utama otonomi desa adalah kewenangan membuat keputusan-keputusan sendiri melalui semangat keswadayaan yang telah lama dimiliki oleh desa, dalam satu kesatuan wilayah pedesaan.<br />
Selayaknya desa dipercaya untuk mengurus dirinya dalam unit wilayah kelola desa melalui peraturan yang dibuat secara mandiri. Ciri paling kuat pemerintahan desa-desa tradisional di Indonesia adalah adanya peranan dana swadaya dan gotong royong. Dua ciri tersebut merupakan modal sosial yang jauh lebih penting (dan potensial) ketimbang modal keuangan.<br />
Modal sosial sebagai potensi kemandirian dan sumber daya alam sebagai sumber pendapatan adalah landasan berkembangnya ekonomi rakyat dan kemandirian desa guna mencapai otonomi.<br />
1. Pelaksanaan Otonomi Desa di Kabupaten Demak berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu bahwa secara materi hukum pemerintah Kabupaten Demak telah melaksanakan materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pada dasarnya UU tersebut masih berlaku dan relevan pada saat ini. Hal tersebut dibuktikan dengan telah dibuat / ditetapkannya 7 (tujuh) Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukum pelaksanaan otonomi desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Ketujuh Peraturan Daerah (Perda) tersebut adalah :<br />
- Perda No. 1 Th. 2007 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Penetapan dan Pengesahan Badan Permusyawaratan Desa.<br />
- Perda No. 2 Th. 2007 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengesahan, Pelantikan, Pemberhentian Sementara dan Pemberhentian Kepala Desa.<br />
- Perda No. 3 Th. 2007 Tentang Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian Sementara dan Pemberhentian Perangkat Desa.<br />
- Perda No. 4 Th. 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 8 Tahun 2001 Tentang Lelangan Tanah Desa dan Dana Perimbangan Keuangan Antar Desa di Wilayah Kabupaten Demak.<br />
- Perda No. 6 Th. 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.<br />
- Perda No. 8 Th. 2007 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa.<br />
- Perda No. 9 Th. 2007 Tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.<br />
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Otonomi Desa dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004<br />
a. Hal-hal positif yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan faktor-faktor yang mendukung Pelaksanaan Otonomi Desa adalah sebagai berikut :<br />
- Berkaitan dengan makna Desa bahwa Desa sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan pengertian tersebut di atas sangatlah jelas bahwa pemerintahan desa tidak lagi diarahkan pada self governing community.<br />
- Berkaitan dengan kewenangan Desa bahwa Desa diberikan kewenangan untuk mengurusi urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten / Kota dan tugas pembantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah.<br />
- Berkaitan dengan Pemilihan Kepala Desa secara langsung yang berarti masyarakat dapat memilih Kepala Desanya sesuai yang dikehendaki yang mereka anggap mampu membawa desanya lebih maju dari sebelumnya.<br />
- Keberadaan Sekretaris Desa dari unsur PNS, dengan diambil / diangkatnya Sekretaris Desa dari unsur Pegawai Negeri Sipil, maka kegiatan kepemerintahan akan dapat dikelola sesuai prinsip manajemen pemerintahan yang baik.<br />
b. Hal-hal terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan faktor-faktor yang menghambat Pelaksanaan Otonomi Desa adalah sebagai berikut :<br />
- Pengaturan mengenai Desa dalam Undang-Undang yang baru dapat dianggap memiliki semangat sentralistik karena hanya memperkuat eksekutif (pemerintah desa) kemudian gagasan tentang otonomi desa akan menjadi semakin kabur.<br />
- Kekuasaan kepala desa yang selama ini menjadi ”raja kecil” akan dapat semakin kuat karena kewenangan kepala desa menjadi sangat besar dan tidak adanya kontrol dari rakyat yang selama ini menjadi salah satu fungsi Badan Perwakilan Desa. Kekhawatiran lain adalah berpindahnya fungsi kontrol ke tangan Camat selaku perangkat daerah bisa menimbulkan pola ABS (Asal Bapak Senang).<br />
- Terjadinya penghilangan hak otonomi rakyat karena adanya peluang desa menjadi kelurahan dan kekayaan desa tersebut menjadi kekayaan daerah yang dikelola oleh kelurahan.<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
<br />
1. Simpulan<br />
Secara umum pelaksanaan otonomi desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sudah sesuai dengan materi yang telah ada, tetapi faktor utamanya terkait penentuan kebijakan pemerintah daerah dalam pengaturan desa yang untuk masa sekarang perlu melibatkan unsur Kecamatan sebagai kepanjangan tangan pemerintah daerah di wilayah, untuk disampaikan kepada pemerintah desa meskipun secara garis koordinasi kepala desa bertanggung jawab kepada Bupati.<br />
<br />
2. Saran<br />
- Untuk masalah faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan otonomi desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 perlu disempurnakan.<br />
- Perlu adanya pembinaan aparat desa secara komprehensif secara rutin dan secara periodik dengan melibatkan aparat Kecamatan dan Kabupaten serta aparat terkait melalui pembentukan tim pembina desa dengan sasaran penggunaan dana perimbangan desa yang dirasa banyak sekali persoalan dalam pelaksanaannya serta penataan administrasi desa secara umum.<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
Saddu Wasistono, 2001, Kapita Selekta Manajemen Pemerintah Daerah, Alqapriat Jatinangor Sumedang, h.6.<br />
<br />
Bayu, Suryaningrat, 1976, Pemerintahan dan Administrasi Desa, Ghalia Yayasan Beringin KORPRI Unit Depdagri, Bandung.<br />
<br />
Christine S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia (Hukum Administrasi Daerah 1903 – 2001), Sinar Grafika, Jakarta.<br />
<br />
Arikunto, Suharsimi, 2003, Manajemen Penelitian, PT. Rineka Cipta, Jakarta.<br />
<br />
Bhenyamin Hoessen, 1995, Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II. Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dari Segi Ilmu Administrasi Negara. Desertasi untuk Gelar Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1993 dan Desentralisasi Dan Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, UI, Jakarta.<br />
<br />
Pemerintah Kabupaten Demak, 2000, Perda Kabupaten Demak No. 20 Th 2000 Tentang Pembentukan, Penghapusan, Pemecahan dan Penggabungan Kelurahan, Bagian Hukum Kabupaten Demak.<br />
<br />
Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah.<br />
<br />
Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.<br />
<br />
Sekretariat Daerah, 2007, Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Demak Tahun 2007, Bagian Hukum Kabupaten Demak.<br />
<br />
Bagian Hukum dan Perundang-Undangan Sekretariat Daerah Kabupaten Demak, 2006, Peraturan Pemerintah Daerah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Kelurahan, Demak.David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-80856961169372286402010-12-09T20:36:00.000-08:002010-12-09T20:36:46.012-08:00MENGINGAT, MENGUMPULKAN DAN MEMBUKA KEMBALI HUKUM DAN PARADIGMA DI INDONESIAMENGINGAT, MENGUMPULKAN DAN MEMBUKA KEMBALI HUKUM DAN PARADIGMA DI INDONESIA<br />
MAKALAH<br />
Disusun guna untuk memenuhi tugas<br />
Mata Kuliah Teori Hukum<br />
Dosen Pengampu : Dr. H. MUSTAGHFIRIN SH.M.Hum<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Disusun oleh :<br />
KUSTI’AH<br />
MH. 09.15.O794<br />
<br />
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER (S2) ILMU HUKUM<br />
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG<br />
SEMARANG<br />
2010<br />
<br />
DAFTAR ISI<br />
Halaman <br />
Judul i<br />
Daftar isi ii<br />
BAB I. PENDAHULUAN 1<br />
A. Latar belakang 1<br />
B. Permasalahan 2<br />
BAB II . PEMBAHASAN MASALAH 3<br />
A. Hukum dan Paradigma 5<br />
B. Aliran-aliran hukum dan tori-teori hukum 9<br />
BAB III PENUTUP 18<br />
A. Simpulan 18<br />
B. Saran 18<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
A. Latar belakang<br />
Perlu cara untuk memandu sesorang agar memperoleh gambaran yang jelas tentang apa hukum itu. Banyak literatur yang mencoba memecahkan persoalan ini, demikian halnya dengan teori dan filsafat hukum. Keragamanan tidak harus membingungkan, paling tidak menurut tulisan dalam buku ini akrena pada dasarnya argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam yang dilator belakangi oleh pendidikan serta kehidupan seharai-hari yang berbeda pula.<br />
Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum) satu aliran pemikiran akan bergantung pada aliran pemikiran lainnya sebagai sandaran kritik untuk membengun kerangka teoritik berikutnya. Munculnya aliran pemikiran baru tidak otomatis bahwa aliran atau pemikran lama ditinggalkan. Sulitnya untuk meramu seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan yaitu :<br />
- Hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun) sebagaimana kaum konstrukvitis menjelaskan, diciptakan menurut istilah positivistic atau menggunakan bahasa kaum hermeniam ‘ditafsirkan’ sehingga dengan demikian cara pandang seseorang tentang hukum akan ditentukan oleh bagimana orang tersebut mengonstruksi, menciptakan atau menafsirkan mengenai apa yang disebut hukum itu.<br />
- Satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang atau sudut pandang yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain, ini merupakan ragam kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kondisi ini pada dasarnya memberikan keleluasaan karena hukum akan menjadi wilayah terbuka yang mungkin saja hailnya lebih positif.<br />
Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Namun dalam sudut pandang yang paling umum sekalipun, hukum mancakup banyak aktivitas dan ragam aspek kehidupan manusia. Seberapa penting pertanyaan itu diajukan, terdapat alas an tertentu tetapi tentu saja sepeerti yang dijelaskan oleh Nonet-Selznick gambaran hukum pada dasarnya menarahkan kepada sekumpulan orang buta yang berkerumun untuk memegang gajah. Namun pada prinsipnya devinisi hukum diharapkan mampu memberikan penjelasan terhadap teori yang telah disusun sebagaimana dijelaskan bahwa sebaiknya devinisi harus memiliki hubungan analitis dengan konteks teori yang lebih luas. Teori hukum, menurut Bruggink, adalah merupakan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang telah dipositifkan. <br />
Sebagaimana teori pada umumnya, demikian pula teori hukum mempunyai makna ganda yaitu teori hukum sebagai produk dan teori hukum sebagai proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk, sebab rumusan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan adalah merupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Sedangkan Teori hukum dapat dikatakan sebagai proses, adalah karena teori hukum tersebut merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum.<br />
<br />
B. Permasalahan<br />
<br />
1. Apakah hukum dan paradigma ?<br />
2. Bagaimana aliran-aliran hukum dan teori-teori hukumnya?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN MASALAH<br />
Menurut Smith dalam penjelasannya bahwa hukum seyogyanya dilihat sebagai model jaringan yang memiliki posisi atau kedudukan sederajat dengan disiplin lain. Karena itu hukum harus memiliki kemampuan yang setara atau bahkan lebih dari disiplin lain itu untuk menyelesaikan problem baik kedalam (ilmu itu sendiri atau teoritis) maupun keluar (praktis atau pragmatis). Kedua, dengan posisinya itu berarti hukum manjadi wilayah yang bersifat terbuka dan peka, artinya hukum bukan semata-mata wilayah yang steril namun sebuah sebuah wilayah yang bersifat multi dan interdisipliner sehingga perubahan yang terjadi dalam dunia ilmu (pada umumnya) harus bisa dicerna (dirasakan pengaruhnya) oleh hukum, demikian pula sebaliknya. <br />
1. Hukum Sebagai Jaringan<br />
Ada semacam perdebatan yang terus berlangsung dlaam ranah keilmuan hukum, apakah hukum sebagai ilmu atau bukan, ini semacam problem filosofi yang apabila dicarikan jawabannya akan berputar-putar seperti lingkaran tak berujung. Sebagai bagian dari jaringan (dalam) ilmu pengetahuan, maka syarat keilmua harus melekat didalamnya, tidak hanya itu, sebagai jaringan , ruang komunikasi harus terbukasedemikian rupa sehingga hukum dapat memecahkan problem bersihat lintas disiplin. <br />
2. Hukum Sebuah Wilayah Terbuka.<br />
Secara teoritis maupun praktis hukum sebagai sebuah disiplin hendaknya memiliki model analisis dan mampu menyelesaikan ragam persoalan. Sebagai wilayah yang terbuka hukum menjadi domain bagi telaah disiplin lain, sebagaimana deskripsi Satjipto Rahardjo bahwa ilmu hukum berkembang dari yang terkotak-kotak menuju holistic (Teching Orders finding Disorder).<br />
Memahami hukum berarti memahami manusia, ini merupakan bukan semata-mata gambaran secara umum tentang hukum yang ada selama ini, pandangan yang mengarah kepada “the man behin the gun” membuktikan bahwa actor dibelakang memegang peran yang lebih dominant dari sekedar persoalan struktur. Apabila Cicero mengatakan bahwa ada masyarakat ada hukum, maka yang sebenarnya dia bicarakan adalah hukum hidup ditenga-tengah masyarakat (manusia). Hukum dan manusia memiliki kedekatan yang khas dan tidak dapat dipisahkan, artinya tanpa manusia hukum tidak dapat disebut sebagai hukum. Dalam hukum manusia adalah sebagai actor kreatif, manusia membangun hukum, menjadi taat hukum namun tidak terbelenggu oleh hukum.<br />
Terdapat pemehaman bahwa istilah teori bukanlah sesuatu yang harus dijelaskan tetapi sebagai sesuatu yang sesuatu yang seolah-olah sudah dipahami maknanya. Bahkan teori sering ditafsirkan sebagai istilah tanpa makna apabila tidak berkait dengan kata yang menjadi padanannya. Ada kesimpang siuran atau tumpang tindih dalam penggunaan istilah teori, misalnya dengan istilah ‘model,. ‘aliran’, ‘paradigma’, dogma, ‘doktrin’ dan istilah lainnya. Pada tataran tertentu pangguaan istila ‘teori’ banyak yang tidak tepat dan asal-asalan, hanya untuk memberikan kesan bahwa hal itu terlihat ilmiah. Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengenai itu, diantaranya :<br />
- Istilah teori bukan lagi makna ekslusifini yang digunakan dalam ilmu pengetahuan untuk menjelasan fenomena atau keadaan tertentu namun lebih merupakan istilah umum yang dibicarakan oleh siapa saja.<br />
- Kerumitan dan sedemikian tipisnya batasan makna yang terkandung didalam banyak peristilahan yang disebutkan diatas, sehingga menimbulkan kekeliruan atau tumpang tindih dalam penggunaannya.<br />
- Merupakan hal yang penting, seberapa ketat sebetulnya setiap orang menggunakan istilah ini dalam kajian keilmuannya artinya seberapa jauh dia terikat untuk menggunakannya sesuai dengan pakem yang ada atau sebaliknya.<br />
Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dari kata dasar thea ini pula dating ata modern “teater” yang berarti “pertunjukan” atau “tontonan”. Dalam banyak literatur beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukan bangunan berpikir yang tersusun sistematis, logis, empiris juga simbolis. Berikut beberapa pengertian teori secara luas :<br />
1. Pemahaman tentang hal-hal dalam hubungannya yang universal dan ideal antara satu sama lain. Berlawanan dengan eksistensi factual dan/atau praktek. <br />
2. Prinsip abstrak atau umum didalam tubuh pengetahuan yang menyajikan suatu pandangan yang jelas dan sistematis tentang beberapa materi pokoknya, sebagaimana dalam teori seni dan teori atom. <br />
3. Model atau prinsip umum, abstrak dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala, sebagaimana dala teori seleksi alam. <br />
4. Hipotesis, suposisi atau bangun yang dianggap betul dan yang berlandaskan atasnya gejala-gejala dapat diperkirakan dan/atau dijelaskan dan yang darinya didedukasikan pengetahuan yang lebih lanjut. <br />
5. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, teori berpijak pada penemuan fakta-fakta maupun hipotesis. Dalam bidang ilmu alam, suatu deskripsi dan penjelasan fakta yang didasarkan atas hukum-hukum dan sebab-sebab niscaya, mengikuti konfirmasi fakta-fakta itu dengan pengalaman dan percobaan (eksperimen). Deskripsi ini sifatnya pasti, nonkontradiksi, dan matematis. <br />
Hukum adalah sebuah wilayah dimana setiap orang harus mengkonstruksi, menciptakan atau menafsirkan (sesuatu yang artificial), barulah kemudian dia akan mempu menjelaskan apakah hukum itu.<br />
A. Hukum dan paradigma<br />
Memahami Permainan Bahasa perlu cara untuk memandu sesorang agar memperoleh gambaran yang jelas tentang apa hukum itu. Banyak literatur yang mencoba memecahkan persoalan ini, demikian halnya dengan teori dan filsafat hukum. Keragamanan tidak harus membingungkan, paling tidak menurut tulisan dalam buku ini akrena pada dasarnya argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam yang dilator belakangi oleh pendidikan serta kehidupan seharai-hari yang berbeda pula.<br />
Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum) satu aliran pemikiran akan bergantung pada aliran pemikiran lainnya sebagai sandaran kritik untuk membengun kerangka teoritik berikutnya. Munculnya aliran pemikiran baru tidak otomatis bahwa aliran atau pemikran lama ditinggalkan. Sulitnya untuk meramu seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan yaitu :<br />
- Hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun) sebagaimana kaum konstrukvitis menjelaskan, diciptakan menurut istilah positivistic atau menggunakan bahasa kaum hermeniam ‘ditafsirkan’ sehingga dengan demikian cara pandang seseorang tentang hukum akan ditentukan oleh bagimana orang tersebut mengonstruksi, menciptakan atau menafsirkan mengenai apa yang disebut hukum itu.<br />
- Satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang atau sudut pandang yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain, ini merupakan ragam kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kondisi ini pada dasarnya memberikan keleluasaan karena hukum akan menjadi wilayah terbuka yang mungkin saja hailnya lebih positif.<br />
Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Namun dalam sudut pandang yang paling umum sekalipun, hukum mancakup banyak aktivitas dan ragam aspek kehidupan manusia. <br />
Memahami paradigma , Dalam bahasa Inggris “paradigm”, dari bahasa Yunani “paradeigma” , dari “para” (disamping, disebelah) dan “dekynai” (memperlihatkan ; yang berarti ; model contoh, arketipe, ideal). Menurut Oxfor English Dictionary “paradigm” atau paradigma adalah contoh atau pola. Akan tetapi didalam komunitas ilmiah paradigma dipahami sebagai sesuatu yang lebih konseptual dan signifikan, meskipun bukan sesuatu yang tabu untuk diperdebatkan.<br />
Konsep paradigma yang diperkenalkan oleh Khun kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam sosiologi. Konsep paradigma Khun lebih kepada sesuatu yang bersifat “metateoritis”. Chalmers sendiri menjelaskan tentang karakteristik paradigma, yang meliputi :<br />
- Tersusun oleh hukum-hukum paradigma dimaksud dan asumsi-asumsi teoritis yang dinyatakan secara eksplisit.<br />
- Mencakup cara-cara standar bagi penerapan hukum-hukum tersebut kedalam beragam situasi dan kondisi.<br />
- Mempunyai instrumentasi dan teknik-teknik instrumental yang diperlakukan guna menjadikan hukum-hukum tersebut berjaya didunia nyata.<br />
- Terdiri dari beberapa prinsip metafisika yang memandu segala karya dan karsa didalam lingkup paradigma dimaksud.<br />
- Mengandung beberapa ketentuan metodologis.<br />
Paradigma Dominan dalam Ilmu.<br />
Dari sekian banyak paradigma dominant dalam ilmu, paling tidak dapat dijelaskan ada tiga paradigma yang dominan yaitu positivisme, interpretivisme, dan critical studies. Namun demikian mendampingi ketiga paradigma tersebut ada dua paradigma besar lainnya yaitu feminisme dan post modenisme.<br />
Paradigma Ilmu Hukum.<br />
Soetandyo Wignyosoebroto, menjelaskan tentang paradigma penting dalam hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut :<br />
1. Paradigma Positivistik.<br />
Aliran filsafat yang berkembang di Eropa Kontinental (khususnya Perancis) dengan beberapa eksponen terkenal diantaranya Henri Saint Simon dan August Comte.<br />
Positivisme merupakan paham yang menganut agar setiap metodologi yang dipikirkan untuk menemukan kebenaran hendaklah memperlakukan realitas sebagai sesuatu yang eksis, sebagai sesuatu objek, yang harus dilepaskan dari sembarang macam pra-konsepsi metafisis yang subyektif sifatnya.Disini hukum tidak lagi dikonsepsi sebagai atas moral meta yuridis yang abstrak tentang hakikat keadilan, melainkan ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex.Paling tidak ada dua positivisme hukum sebagaimana dijelaskan Khuzaifah Dimyati, yaitu positivisme yuridis (bahwa hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu dioleh secara ilmiah) dan positivisme sosiologis (hukum ditanggapi terbuka bagi kehidupan masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-metode ilmiah).<br />
2. Paradigma Pasca-Positivistik ; Realitas Dekonstruksi Melalui Interaksi.<br />
Melepaskan diri dari karakteristik berpikir kaum posivistik, muncul pemikiran yang oleh Colin disebut kaum social contructivist. Meski kaum ini memiliki keleluasan dalam ragam kajiannya tetapi paling tidak ada delapan posisi argumentative sebagaimana dikatakan Soetandyo Wignyosoebroto, yaitu etnometodologi, relativisme budaya, konstruktivisme sosial Bergerian, relativitas linguistic, fenomenologi, simbolisme fakta sosial, paradigma konvensi, dan juga termasuk paradigma argumentative yang hermeneutic.<br />
3. Paradigma Hermeneutik.<br />
Kajian atau paradigma Hermeneutik atau yang sering disebut interpreatif mencoba membebaskan kajian-kajian hukum dari otorianisme para yuris positif yang elitis secara jelas dan tegas menolak paham universalisme dalam ilmu hukum, khususnya ilmu yang berseluk beluk dengan objek manusia berikut masyarakat, gantinya relativisme itu yang diakui. Kajian atau paradigma hermeneutik dalam ilmu hukum membuka kesempatan kepada para pengkaji hukum untuk tidak hanya berkutat demi kepentingan profesi yang ekslusif semata. Pendekatan ini dengan strategi metodologisnya menganjurkan to learn from people, mengajak para pengkaji hukum dari perspektif para pengguna atau pencari keadilan.<br />
<br />
<br />
B. Aliran-aliran hukum dan teori-teori hukumnya<br />
Sebagaimana disebutkan bahwa teori senantiasa berkaitan dengan apa yang disebut realitas. Apabila ditelaah secara historis bahwa realitas dapat dipandang dari bebrapa sudeut pandang sebagai berikut :<br />
- Dimana realitas adalah sesuatu yang hanya dapat ditangkap lewat kapasitas akal budi (ide, gagasan, esensi). <br />
- Realitas berkaitan dengan sesuatu yang bersifat actual, nyata, ada dan objektif yang hanya dapat dikenali dan dipahami lewat mekanisme intuisi dan indra.<br />
- Dan terakhir yaitu sebuah realitas yang muncul ketika sains dan tekhnologi dengan kecanggihannya mampu menciptakan sebuah dunia artificial, yaitu realitas yang tidak dapat dimasukan pada kedua relitas yang disebutkan diatas karena telah melampaui batas realitas yang ada (hyper reality). <br />
Beberapa ahi berkeyakinan, sebuah teori dapat dibuktikan benar atau salah. Hal ini (kebanyakan) didasarkan kepada pertimbangan filsafat dan logika, sedangkan selebihnya didasarkan pada analisis terperinci tentang sejarah (ilmu) dan tentang teori-teori ilmiah modern.<br />
Namun klaim (pandangan) tersebut tidak dapat diterima begitu saja, karena sebagaimana dikatakan sebagian ilmuwan masa kini, teori ilmiah tidak dapat dibuktikan konklusif benar atau salah dan bahwa rekonstruksi para filsuf hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan apa yang terjadi secara actual dalam ilmu. Seperti pendapat Paul Feyeraben “ilmu tidak mempunyai segi-segi istimewa yang dapat menyatakan dirinya mempunyai keunggulan secara hakikat terhadap cabang-cabang pengetahuan lain seperti mitos purba atau voodoo”. <br />
<br />
1. Induksi dari Alam Pengalaman<br />
Menurut pandangan ini teori ditarik secara ketat dari fakta (di alam pengalaman) yang diperoleh melalui teknik observasi dan atau eksperimen. Dan pada dasarnya cara penarikan teori dari alam pengalaman ini dapat disebut cara induksi. Sebagaimana aliran Postivisme Logikal menyebutkan bahwa suatu teori tidak hanya dibenarkan sejauh ia dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang diperoleh melalui obsrevasi, tetapi juga dipertimbangkan mempunyai makna. <br />
2. Deduktif Hipotesis.<br />
Bagi pandangan ini, teori tidaklah sesuatu yang begitu saja dpaat diambil dari hasil pengamatan (observasi) tetapi lebih jauh dari pada itu pandangan ini menyatakan pentingnya penarikan hipotesis yaitu menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Karena pandanagn ini berpendpat bahwa hipotesis dapat menolong memberikan ramalan dan menenukan fakta baru. <br />
3. Program Riset Lakatosian.<br />
Pandangan Imre Lakatos menjelaskan tantang usaha menganalisis teori-teori sebagai struktur terorganisasi. Program riset Lakatosian adalah struktur yang memberikan bimbingan untuk riset di masa depan dengan cara positif (bimbingan garis besar yang memperlihatkan bagaiana program riset dapat dikembangkan) maupun cara negatif (program terperinci yang menetapkan bahwa asumsi dasar yang melandasi program itu).<br />
4. Evolusi Kritis Thomas Kuhn.<br />
Bagi Thomas Khun pandangan tradisonal tentang ilmu baik induktivis maupun falsikasionis semuanya tidak mampu bertahan dalma sejarah. Kemudian teorinya dikembangkan sebagai usaha untuk manjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah sebagaimana dilihat oleh Khun dengan menitik beratkan peran yang dimainkan oleh sifat-sifat sosiologi masyarakat ilmiah. <br />
5. Anti Fundationalis Feyerabend<br />
Pandangan yang cukup provokatif tentang ilmu pengetahuan dijelaskan oleh seseorang yang bernama Paul Feyerabend. Menurutnya tidak ada metodologi ilmu yang pernah dikemukakan selama ini mencapai sukses. Lebih lanjut dikatakan olehnya bahwa mengingat kompleksitas sejarah, maa paling tidak masuk akal untuk mengharapkan bahwa ilmu dapat diterangkan hanya atas dasar beberapa hukum-hukum metodologi ysng sederhana.<br />
Gagasan Feyerabend sering disebut sebagai teori anarkisme epistemelogis yang didalamnya terdapat bentuk anarkisme yang berusaha mempertahankan kemapanan sekaligus menyingkirkan kemapanan. Ia pembela status quo sekaligus anti status quo, hal ini ditempuh untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternative agar manusia dapat mengambil keputusan bebas yaitu mengatur perjuangan antara ideologi-ideologi untuk menjamin setiap individu mempertahankan kebebasan memilih dan tidak ada ideologi yang memaksakan kepadanya secara bertentangan dengan kehendaknya.<br />
Dua Pandangan Besar<br />
Teori hukum tentu berbeda dengan apa yang kita pahami dengan hukum positif. Ada kajian filosofis didalam teori hukum sebagaimana dikatakan Radbruch bahwa tugas teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi. Sehingga akan nampak kesulitan untuk membedakannya dengan kajian yang disebut filsafat hukum, karena teroi hukum juga akan mempersalahkan hal mengenai :<br />
- Mengapa hukum berlaku.<br />
- Apa dasar kekuatan mengikatnya.<br />
- Apa yang menjadi tujuan hukum.<br />
- Bagaimana seharusnya hukum itu dipahami, dan sebagainya.<br />
Meski agak rumit untuk memahami semua hal diatas karena ragam teori masing-masing memiliki cara pandangan yang berbeda, dalam tulisan ini dilihat cara pendekatannya ada dua karakteristik besar atau pandangan besar (grand theory) yang keduanya bertolak belakang namun ada dalam satu realitas. <br />
<br />
<br />
1. Pandangan Pertama.<br />
Pandangan yang didukung oleh tiga argumen yaitu pandangan bahwa hukum sebagai suatu system yang pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat tentang konisi sistem itu sekarang, perilaku system ditentukan sepenuhnya oleh baian-bagian yang terkecil dari sistem itu, dan teori hukum mampu menjelaskan persoalannya sebagaiana adanya tanpa keterkaitan dengan pengamatnya. Dalam pandangan yang pertama ini sistem digunakan secara bebas terhadap banyak hal dalam kehidupan, alam semesta, masyarakat, termasuk hukum digambarkan dalam bentuk yang jelas-jelas dapat diakui sebagai istilah mekanisme dan sistem. Dalam pandanagan ini pula berpendapat bahwa kebanyakan teori hukum berpusat pada salah satu dari ketiga jenis sistem (sumber dasar, kandungan dasar dan fungsi dasar) <br />
2. Pandangan Kedua.<br />
Pandangan yang menyatakan bahwa hukum bukanlah sebagai suatu sistem yang teratur tetap merupakan sesuatu yang berkaitan dengan ketidakberaturan, tidak dapat diramalkan, dan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh persepsi pengamat dalam memaknai hukum tersebut. Menurut pandangan ini teori hukum sama sekali tidak berada pada jalur yang disebut sebagai sistem. Pandanagan ini menolak bahwa teori hukum harus selalu bersifat sistematis dan teratur, tetapi sebaliknya dimana teori hukum dapat juga muncul dari situasi yang disebut dengan situasi keos, keserba tidak beraturan, atau situasi yang tidak sistematis. Yang mana semuanya itu adalah gambaran dinamika masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.<br />
B. Teori Hukum dalam Model Hukum Menurut Black dan Dragan Milovanovich.<br />
Donal Black menjelaskan ada dua model hukum, meskipun hal ini bukan berarti seolah-olah hukum dipilih sedemikian rupa sehingga akan menjadi reduksionis, akan tetapi hal ini bertujuan agar dapat mempertajam wilayah analisis terhadap keragaman teori yang sering kali dipahami secara campur aduk, sehingga dengan demikan wilayah itu menjadi jelas ada pada posisi mana apabila seseorang menjelaskan tentang hukum atau teori hukum. Dua model menurut Donal Black yang senada dengan pendapat Dragan Milovanovick, yaitu :<br />
- Jurisprudentie Model.<br />
Dalam model ini kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan (aturan/rules). Menurut model ini proses hukum berlangsung ditata dan diatur oleh sesuatu yang diosebut sebagai logic (logika/sistem hukum). Hukum dilihat sebagai sesuatu yang bersifat mekanisme dan mengatur dirinya sendiri melalui rules dan logika, dan olehkarenanya penyelesaian masalahpun disini lebih mengandalkan kemampuan logika tadi<br />
- Sociological Model.<br />
Dalam model ini fokus kajian hukum lebih kepada struktur sosial. Kajian ini tentu saja lebih kompleks dari sekedar hukum sebagai produk. Dalam model sosiologi ini yang dipentingkan adalah keragaman dan keunikan dan menempatkan seseorang sebagai penliti agar memudahkan untuk melihat proses secara utuh dengan tujuan akhir untuk menjelaskan fenomena yang ada dalam realitas sebenarnya.<br />
C. Teori Hukum Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke.<br />
Jan Gijssels dan Mark van Hoecke adalah dua pemikir yang ada pada ranah pemikiran kontinental. Menurut mereka teori hukum merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait erat dengan Ajaran Hukum Umum. Kesinambungan antara Teori Hukum dengan Ajaran Hukum Umum yaitu :<br />
- Teori hukum sebagai lanjutan dari ajaran hukum umum memiliki obejk disiplin mandiri, suatu tempat diantara Dogmatik Hukum disatu sisi dan Filsafat Hukum disisi lainnya.<br />
- Sama seperti ajaran hukum umum dewasa ini, Teori Hukum setidaknya oleh kebanyakan dipandang sebagai ilmu a normatif yang bebas nilai, ini yang persisnya membedakan Teori Hukum dan Ajaran Hukum Umum dan Dogmatik Hukum.<br />
Untuk memahami apa itu Teori Hukum, khususnya batas-batas wilayahnya persepsi Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, berikut ini penjelasan secara singkat mengenai : <br />
1. Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer).<br />
Dalam ati sempit bertujuan untuk memaparkan dan mensistematisasi serta dalam arti tertentu juga menjelaskan hukum positif yang berlaku. Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer) tidak dapat membatasi pada suatu pemaparan dan sistematis melainkan secara sadar mengambil sikap berkenaan dengan butir-butir yang diperdebatkan jadi Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer) dalam hal-hal yang penting tidak hianya deskriptif melainkan juga perspektif (bersifat normatif).<br />
2. Filsafat Hukum.<br />
Yaitu filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala hukum. Menurut mereka Filsafat Hukum memiliki telaah meliputi :<br />
- Ontologi Hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)<br />
- Aksiologi Hukum (penentuan isi dan nilai)<br />
- Ideologi Hukum (ajaran idea)<br />
- Epistemologi Hukum (ajaran pengetahuan)<br />
- Teologi Hukum (hal meneetukan makna dan tujuan hukum)<br />
- Ajaran Ilmu dari Hukum (meta-teori dari ilmu hukum)<br />
- Logika Hukum<br />
3. Hubungan Dogmatik Hukum dengan Teori Hukum.<br />
- Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini. <br />
- Dogmatik hukum berbicara tentang hukum, teori hukum berbicara tentang cara yang dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum. <br />
- Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interprestasi tertentu menerapkan teks undang-undang yang pada pandangan pertama tidak dapat diterapkan pada suatu masalah konkret, maka teori hukum mengajukan pertanyaan tentang dapat digunakannya teknik-teknik interprestasi, tentang sifat memaksa secara logical dari penalaran interprestasi dan sejenisnya lagi. <br />
4. Teori Hukum dan Ilmu Lain yang Objek Penelitiannya Hukum. <br />
Jika teori hukum mewujudkan sebuah meta-teori berkenaan dengan dogamtik hukum maka filsafat hukum memenuhi fungsi dari sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum. <br />
1. Secara structural teori hukum terhubungkan pada filsafat hukum dengan cara yang sama seperti dogmatika hukum terhadap teori hukum. <br />
2. Filsafat hukum merupakan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum. <br />
3. Filsafat hukum sebagai ajaran nilai dan teori hukum dan filsafat hukum sebagai ajaran ilmu dari teori hukum. <br />
4. Filsafat hukum sebagai ajaran ilmu dari teori hukum dan sebagai ajaran pengetahuan mewujudkan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum tidak memerlukan penjelasan lebih jauh, mengingat filsafat hukum mangambil sebagian dari kegiatan-kegiatan dari teori hukum itu sendiri sebagai subjek studi. <br />
Teori hukum secara esensal bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa teori hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai disiplin yang mempelajari hukum (Sejarah Hukum, Logika Hukum, Antropologi Hukum, Sosiologi Hukum, Psikologi Hukum dan sejenisnya).<br />
Tipikal dari teori hukum bahwa dalam hal ini ia mamainkan peranan mengintegrasikan, baik yang berkenaan dengan hubngan antara disiplin-disiplin ini satu terhadap yang lainnya maupun yang berkenaan dengan integrasi hasil-hasil penelitian dari disiplin-disiplin ini dengan unsur-unsur dogmatika hukum dan filsafat hukum.<br />
D. Teori Hukum Menurut J.J.H. Bruggink.<br />
Bruggink menjelaskan teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.Menurut Bruggink definisi diatas memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk yaitu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan itu adalah hasil kegiatan teoritik bidang hukum) dan dalam arti proses yaitu kegiatan teoritik tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritik bidang hukum sendiri.Disamping itu teori hukum menurut Bruggink mengandung makna ganda lainnya yaitu dalam arti luas (hal itu menunjuk kepada pemahaman tentang sifat berbagai bagian cabang sub disiplin teori hukum) dan dalam arti sempit (berbicara tentang keberlakuan evaluatif dari hukum, terakhir adalah dogmatika hukum, atau ilmu hukum dalam arti sempit).<br />
Untuk mengulas persoalan diatas lebih jelas berikut akan sedikit diuraikan apa yang menjadi bagian dari teori hukum dalam arti luas, diantaranya sebagai berikut<br />
<br />
1. Sosiologi Hukum<br />
Mengarahkan kajian pada keberlakuan empiric atau factual dari hukum, jadi lebih mengarah pada kenyataan kemasyarakatan. Dengan kata lain sosiologi hukun adalah sebagai teori tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum dengan kenyataan pada masyarakat. Sosiologi hukum terdiri dari sosiologi hukum empirik dan sosiologi hukum kontempelatif.<br />
<br />
2. Dogmatik Hukum<br />
Menurut Bruggink dogmatika hukum adalah ilmu hukum (dalam arti sempt) yang merupakan bagian utama dalam pengajaran pada fakultas-fakultas hukum. Objek dogmatika hukum terutama adalah hukum positif yaitu sistem konseptual atran hukum dan putusan hukum, yang bagian intinya ditetapkan (dipositifkan) oleh para pengemban kewenangan hukum dalam suatu masyarakat tertentu. Perumusan aturan hukum disebut pembentukan hukum, sedangkan pengambilan keputusan hukum disebut penemuan hukum.<br />
3. Teori Hukum dalam Arti Sempit.<br />
Tentang kajian ini nampak belum begitu jelas, karena kajian (studinya) berada pada wilayah dogmatika hukum dan filsfat hukum. Filsafat hukum memang adalah meta-teori untuk teori hukum dan mengingat teori hukum adalah meta-teori untuk dogmatika hukum. Jadi pada dasarnya adalah antara teori yang lebih tinggi dan yang paling rendah pada intinya pengaruh satu sama lainnya.<br />
4. Filsafat Hukum.<br />
Filsafat hukum adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum, juga saking fundamentalnya sehingga bagi manusia tidak terpecahkan karena masalahnya melampaui kemampuan berpikir manusia.<br />
Bruggink memberikan ikhtisar filsafat hukum objeknya adalah landasan dan batas-batas kaedah hukum, tujuannya adalah teoretikal, perspektifnya internal, teori kebenarannya adalah teori pragmatik dan proposisinya yaitu informatif tetapi terutama normatif dan evaluatif.<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
A. Simpulan<br />
- Teori hukum adalah merupakan sustu satu kesatuan dari pernyataanyang paling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturab hukum dan putusan-putusan hukum serta sistem tersebut untuk sebagian yang telah di positifkan .<br />
- Teori hukum di katakan sebagai produk, sebab rumusan satu kesatuan dari pernyataan yang salng berkaitan adalah mrupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum .<br />
- Hukum adalah aturan-aturan yang berlaku di suatu daerah atau negara yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi yang tegas.<br />
- Paradigma adalah keyakinan orang sebagai suatu fundamental sustu permasalahan ilmu <br />
- Sebuah teori dapat dibuktikan benar atau salah hal tersebut ( kebanyakan ) didasarka kepada perkembangan filsafat dan logika sedangkan selbihnya didasarkan paa analisis terperinci tentang sejarah (ilmu) dan teori-teori ilmiah modern.<br />
<br />
B. Saran<br />
Kebutuhan untuk dapat menampilkan pemikiran hukum indonesia yang sesungguhnya merupakan pekerjaan besar dan membutuhkan kontemplasi dan penelitian yang mendalam, seksama dan memerlukan proses panjang, oleh karena pemikiran hukum yang akan dibangun bukan hanya mengacu pada konsep hukum normatif semata-mata, akan tetapi juga merujuk pada setting sosial, budaya dan politik. Langkah yang perlu ditegaskan adalah bahwa bangsa Inonesia berani menentukan apa yang paling baik bagi bangsa ini, termasuk dalam membangun ilmu hukum yang memiliki karateristik ke-indonesiaan, hal ini disebabkan karena perkembangan sosial bangsa ini berbeda dan model hukum modern itu selalu datang dari luar. <br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Abimanyu Timur,SH; Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Meetode Pendekatan dan Fungsi Hukum,www.blogkatalog.com; 2008.<br />
Aji Fia S,Urgensi Kajian Sosiologis Terhadap Hukum;www.fiaji.blogspot.com 2008.<br />
Bruggink, J.J.H. 1996. Refleksi tentang hukum. Bandung: Citr Adtya Bakti. Badan Pembinaan Hukum Nasional Dari Masa ke Masa, BPHN.<br />
Dimyati, Khudzaifah. Prof.Dr.SH,Mhum; Pola Pemikiran Hukum Resposif:Studi Atas Proses Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia;Jurnal Ilmu Hukum,Vol.10 No.1 Tahun 2007.<br />
;2001.D Tengah Kegersangan Pemikiran Teori Hukum: Sepi Dari Wacana Perdepatan, dalam Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Muhammaddiyah Surakarta (Terakreditasi Melalui Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 134/Dikti/Kep/2001). <br />
Paramita Shintta Sarie,SH; Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum sebagai Ilmu Pengetahuan, Justitia Omnibus, www. galaxyandromdha.blogspot.com; 2008.<br />
Soekanto Soerjono,Prof.DR.SH,MA. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,RajaGrafindo Persada;1998.<br />
Warassih Esmi,Prof.Dr.SH,MS; Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis; Suryandaru Utama;2005.David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-43023196194719790042010-12-09T20:30:00.000-08:002010-12-09T20:30:41.242-08:00SAATNYA PARADIGMA HUKUM INDONESIA YANG FORMALISTIK DITINGGALKAN MENUJU PARADIGMA HUKUM YANG SOSIOLOGIS<br />
<br />
PAPER<br />
<br />
Disusun guna untuk memenuhi tugas<br />
Mata Kuliah Teori Hukum<br />
Dosen Pengampu : ERLYN INDARTI, SH.MA.PhD<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Disusun oleh :<br />
KUSTI’AH<br />
MH.09.15.O794<br />
<br />
<br />
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER (S2) ILMU HUKUM<br />
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG<br />
SEMARANG<br />
2010<br />
<br />
<br />
DAFTAR ISI<br />
<br />
<br />
Halaman Judul i<br />
Daftar isi ii<br />
BAB I. PENDAHULUAN 1<br />
A. Latar belakang 1<br />
B. Permasalahan 2<br />
BAB II . PEMBAHASAN MASALAH 3<br />
A. Hukum dan Paradigma 5<br />
B. Paradigma Hukum Indonesia yang Formalistik Ditinggalkan dan Menuju Hukum yang Sosiologis 8<br />
BAB III PENUTUP 14<br />
A. Simpulan 14<br />
B. Saran 14<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar belakang<br />
Perlu cara untuk memandu sesorang agar memperoleh gambaran yang jelas tentang apa hukum itu. Banyak literatur yang mencoba memecahkan persoalan ini, demikian halnya dengan teori dan filsafat hukum. Keragamanan tidak harus membingungkan, paling tidak menurut tulisan dalam buku ini akrena pada dasarnya argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam yang dilator belakangi oleh pendidikan serta kehidupan seharai-hari yang berbeda pula.<br />
Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum) satu aliran pemikiran akan bergantung pada aliran pemikiran lainnya sebagai sandaran kritik untuk membengun kerangka teoritik berikutnya. Munculnya aliran pemikiran baru tidak otomatis bahwa aliran atau pemikran lama ditinggalkan. Sulitnya untuk meramu seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan yaitu :<br />
- Hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun) sebagaimana kaum konstrukvitis menjelaskan, diciptakan menurut istilah positivistic atau menggunakan bahasa kaum hermeniam ‘ditafsirkan’ sehingga dengan demikian cara pandang seseorang tentang hukum akan ditentukan oleh bagimana orang tersebut mengonstruksi, menciptakan atau menafsirkan mengenai apa yang disebut hukum itu.<br />
- Satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang atau sudut pandang yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain, ini merupakan ragam kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kondisi ini pada dasarnya memberikan keleluasaan karena hukum akan menjadi wilayah terbuka yang mungkin saja hailnya lebih positif.<br />
Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Namun dalam sudut pandang yang paling umum sekalipun, hukum mancakup banyak aktivitas dan ragam aspek kehidupan manusia. Seberapa penting pertanyaan itu diajukan, terdapat alas an tertentu tetapi tentu saja sepeerti yang dijelaskan oleh Nonet-Selznick gambaran hukum pada dasarnya menarahkan kepada sekumpulan orang buta yang berkerumun untuk memegang gajah. Namun pada prinsipnya devinisi hukum diharapkan mampu memberikan penjelasan terhadap teori yang telah disusun sebagaimana dijelaskan bahwa sebaiknya devinisi harus memiliki hubungan analitis dengan konteks teori yang lebih luas. Teori hukum, menurut Bruggink, adalah merupakan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang telah dipositifkan. <br />
Sebagaimana teori pada umumnya, demikian pula teori hukum mempunyai makna ganda yaitu teori hukum sebagai produk dan teori hukum sebagai proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk, sebab rumusan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan adalah merupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Sedangkan Teori hukum dapat dikatakan sebagai proses, adalah karena teori hukum tersebut merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum.<br />
<br />
B. Permasalahan<br />
<br />
1. Apakah hukum dan paradigma ?<br />
2 . Bagaimana hukum Indonesia yang formalistik ditinggalkan menuju paradigma hukum yang sosiologis ?<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN MASALAH<br />
<br />
Antara teori hukum dengan filsafat hukum sangat berdampingan erat, bahkan adakalanya sangat sulit dibedakan antara satu dengan lainnya, dan adakalanya juga objek penyelidikan filsafat hukum adalah juga merupakan objek penyeledikan teori hukum. Dimana tugas teori hukum, menurut Radbruch, adalah untuk membuat jelas nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.<br />
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa filsafat hukum juga membicarakan teori hukum, tetapi filsafat hukum tidak mengajukan suatu teori hukum. Dimana didalamnya terdapat pula kesamaannya, yakni filsafat hukum dan teori hukum sama-sama tidak membatasi diri pada hukum yang berlaku, melainkan pada usaha pencarian hukum yang benar dalam arti ius constituendum. Akan tetapi terdapat pula perbedaannya, yakni teori hukum bertitik tolak dari suatu teori (hypothesis) tertentu, sedangkan filsafat hukum merupakan diskursus yang terbuka yang tidak membatasi diri pada postulat, premis atau metode tertentu.<br />
Teori hukum muncul, lahir dan berkembang sebagai jawaban atas permasalahan hukum atau menggugat suatu pemikiran hukum yang dominan di suatu saat. Oleh karenanya, agar dapat memahami suatu teori hukum tidak dapat dilepaskan dari inter dan antar masa, faktor, keadaan, kondisi sosial kemasyarakatan, kenegaraan yang melingkupi tumbuh dan berkembangnnya teori hukum yang bersangkutan.<br />
Berbicara mengenai lahir, tumbuh dan berkembangnya teori hukum, maka dapat dikemukakan adanya beberapa aliran/mazhab hukum menurut para ahli hukum, antara lain sebagai berikut:<br />
1. Aliran/mazhab hukum menurut F.S.G. Northrop terdiri dari:<br />
a. Legal Positivism;<br />
b. Pragmatic Legal Realism;<br />
c. Neo Kantian and Kelsenian Ethical Jurisprudence;<br />
d. Functional Anthropological or Sociological Jurisprudence;<br />
e. Natural Jurisprudence.<br />
2. Sedangkan aliran/mazhab hukum menurut Friedmann terdiri dari:<br />
a. aliran yang didasarkan atas hukum alam berdasarkan nilai-nilai abadi (naturalistic jurisprudence);<br />
b. aliran yang didasarkan filsafat masalah keadilan;<br />
c. aliran yang didasarkan atas pengaruh perkembangan masyarakat terhadap hukum;<br />
d. aliran positivisme dan positivisme hukum;<br />
e. aliran hukum yang didasarkan atas kegunaan dan kepentingan (mamfaat).<br />
3. Ada tiga berpikir, menurut G.W. Paton, tentang hukum, yaitu:<br />
a. the pure science of law.<br />
b. functional/sociological jurisprudence.<br />
c. Teological jurisprudence.<br />
4. sementara itu, sebagai kesimpulan menurut Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, adapun penggolongan aliran/mazhab hukum adalah sebagai berikut:<br />
a. Aliran Hukum Alam (hukum kodrat), dibedakan atas dua bagian aliran lagi yaitu:<br />
1) aliran hukum alam yang irrasional;<br />
2) aliran hukum alam yang rasional;<br />
b. Aliran hukum positif, dibedakan atas dua bagian aliran lagi yaitu:<br />
1) aliran hukum positif yang analitis;<br />
2) aliran hukum positif yang murni;<br />
c. Aliran Utilitarianisme;<br />
d. Mazhab Sejarah;<br />
e. Sociological Jurisprudensi;<br />
f. Pragmatic Legal Realism.<br />
Dari pembagian aliran/mazhab hukum tersebut, adalah menarik untuk mengkaji lebih lanjut, dimanakah kedudukan peranan hakim dalam penemuan hukum dalam pembagian aliran/mazhab hukum tersebut. Untuk itu, penulis memilih judul “Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum Dalam Perspektif Teori Hukum”. Meskipun teori hukum tidak berbicara mengenai realitas hukum dan hukum positif tertentu. <br />
Karenanya tulisan ini tidak akan membahas secara mendalam dan menyeluruh semua aliran/mazhab hukum tersebut, akan tetapi dan melainkan dibatasi oleh dan dengan yang berkaitan dengan peranan hakim dalam penemuan hukum dalam pembagian aliran/mazhab hukum tersebut. Kalaupun terjadi penyebutan aliran/mazhab hukum tertentu, maka hal tersebut adalah merupakan penjelasan teks dan konteks tulisan yang bersangkutan.<br />
<br />
A. Hukum dan paradigma<br />
Memahami Permainan Bahasa perlu cara untuk memandu sesorang agar memperoleh gambaran yang jelas tentang apa hukum itu. Banyak literatur yang mencoba memecahkan persoalan ini, demikian halnya dengan teori dan filsafat hukum. Keragamanan tidak harus membingungkan, paling tidak menurut tulisan dalam buku ini akrena pada dasarnya argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam yang dilator belakangi oleh pendidikan serta kehidupan seharai-hari yang berbeda pula.<br />
Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum) satu aliran pemikiran akan bergantung pada aliran pemikiran lainnya sebagai sandaran kritik untuk membengun kerangka teoritik berikutnya. Munculnya aliran pemikiran baru tidak otomatis bahwa aliran atau pemikran lama ditinggalkan. Sulitnya untuk meramu seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan yaitu :<br />
- Hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun) sebagaimana kaum konstrukvitis menjelaskan, diciptakan menurut istilah positivistic atau menggunakan bahasa kaum hermeniam ‘ditafsirkan’ sehingga dengan demikian cara pandang seseorang tentang hukum akan ditentukan oleh bagimana orang tersebut mengonstruksi, menciptakan atau menafsirkan mengenai apa yang disebut hukum itu.<br />
- Satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang atau sudut pandang yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain, ini merupakan ragam kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kondisi ini pada dasarnya memberikan keleluasaan karena hukum akan menjadi wilayah terbuka yang mungkin saja hailnya lebih positif.<br />
Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Namun dalam sudut pandang yang paling umum sekalipun, hukum mancakup banyak aktivitas dan ragam aspek kehidupan manusia. <br />
Memahami paradigma , Dalam bahasa Inggris “paradigm”, dari bahasa Yunani “paradeigma” , dari “para” (disamping, disebelah) dan “dekynai” (memperlihatkan ; yang berarti ; model contoh, arketipe, ideal). Menurut Oxfor English Dictionary “paradigm” atau paradigma adalah contoh atau pola. Akan tetapi didalam komunitas ilmiah paradigma dipahami sebagai sesuatu yang lebih konseptual dan signifikan, meskipun bukan sesuatu yang tabu untuk diperdebatkan.<br />
Konsep paradigma yang diperkenalkan oleh Khun kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam sosiologi. Konsep paradigma Khun lebih kepada sesuatu yang bersifat “metateoritis”. Chalmers sendiri menjelaskan tentang karakteristik paradigma, yang meliputi :<br />
- Tersusun oleh hukum-hukum paradigma dimaksud dan asumsi-asumsi teoritis yang dinyatakan secara eksplisit.<br />
- Mencakup cara-cara standar bagi penerapan hukum-hukum tersebut kedalam beragam situasi dan kondisi.<br />
- Mempunyai instrumentasi dan teknik-teknik instrumental yang diperlakukan guna menjadikan hukum-hukum tersebut berjaya didunia nyata.<br />
- Terdiri dari beberapa prinsip metafisika yang memandu segala karya dan karsa didalam lingkup paradigma dimaksud.<br />
- Mengandung beberapa ketentuan metodologis.<br />
Paradigma Dominan dalam Ilmu.<br />
Dari sekian banyak paradigma dominant dalam ilmu, paling tidak dapat dijelaskan ada tiga paradigma yang dominan yaitu positivisme, interpretivisme, dan critical studies. Namun demikian mendampingi ketiga paradigma tersebut ada dua paradigma besar lainnya yaitu feminisme dan post modenisme.<br />
Paradigma Ilmu Hukum.<br />
Soetandyo Wignyosoebroto, menjelaskan tentang paradigma penting dalam hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut :<br />
1. Paradigma Positivistik.<br />
Aliran filsafat yang berkembang di Eropa Kontinental (khususnya Perancis) dengan beberapa eksponen terkenal diantaranya Henri Saint Simon dan August Comte.<br />
Positivisme merupakan paham yang menganut agar setiap metodologi yang dipikirkan untuk menemukan kebenaran hendaklah memperlakukan realitas sebagai sesuatu yang eksis, sebagai sesuatu objek, yang harus dilepaskan dari sembarang macam pra-konsepsi metafisis yang subyektif sifatnya.<br />
Disini hukum tidak lagi dikonsepsi sebagai atas moral meta yuridis yang abstrak tentang hakikat keadilan, melainkan ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex.<br />
Paling tidak ada dua positivisme hukum sebagaimana dijelaskan Khuzaifah Dimyati, yaitu positivisme yuridis (bahwa hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu dioleh secara ilmiah) dan positivisme sosiologis (hukum ditanggapi terbuka bagi kehidupan masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-metode ilmiah).<br />
2. Paradigma Pasca-Positivistik ; Realitas Dekonstruksi Melalui Interaksi.<br />
Melepaskan diri dari karakteristik berpikir kaum posivistik, muncul pemikiran yang oleh Colin disebut kaum social contructivist. Meski kaum ini memiliki keleluasan dalam ragam kajiannya tetapi paling tidak ada delapan posisi argumentative sebagaimana dikatakan Soetandyo Wignyosoebroto, yaitu etnometodologi, relativisme budaya, konstruktivisme sosial Bergerian, relativitas linguistic, fenomenologi, simbolisme fakta sosial, paradigma konvensi, dan juga termasuk paradigma argumentative yang hermeneutic.<br />
3. Paradigma Hermeneutik.<br />
Kajian atau paradigma Hermeneutik atau yang sering disebut interpreatif mencoba membebaskan kajian-kajian hukum dari otorianisme para yuris positif yang elitis secara jelas dan tegas menolak paham universalisme dalam ilmu hukum, khususnya ilmu yang berseluk beluk dengan objek manusia berikut masyarakat, gantinya relativisme itu yang diakui. Kajian atau paradigma hermeneutik dalam ilmu hukum membuka kesempatan kepada para pengkaji hukum untuk tidak hanya berkutat demi kepentingan profesi yang ekslusif semata. Pendekatan ini dengan strategi metodologisnya menganjurkan to learn from people, mengajak para pengkaji hukum dari perspektif para pengguna atau pencari keadilan.<br />
B. Paradigma hukum yang formalistik menuju paradigma hukum yang sosiologis<br />
Berdasarkan pandangan Nealgra (1977:68) dijelaskan bahwa:<br />
“Pemerintah seakan-akan hanya boleh menentukan syarat pinggir (randvoor wearden) untuk permainan bebas kekuatan masyarakat yang terjadi dalam negara. Syarat pinggir itu demikian persangkaan orang dapat diterangkan dalam bentuk suatu jumlah peraturan hukumyang relatif kuat, yang harus jelas bagi setiap orang.” <br />
Penganut formalistik berpandangan bahwa hukum dianggap lengkap dan jelas mengatur segala persoalan yang ada di zamanya. Formalistik mendasarkan pandangannya bahwa tugas negara terbatas sekali hanya sebagai penjaga malam, menjaga ketertiban dan keamanan sajayang hanya bertindak jika terjadi pelanggaran hukum. <br />
Penganut formalistik-normatif memandang hukum dalam kenyataannya sebagai kaidah yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.<br />
Kajian formalistik-normatif bersifat preskriptif menentukan yang salah dan yang benar semata. Berbeda halnya dengan pandangan yang berfaham sosiologis pada umumnya berpandangan bahwa hukum dalam wujudnya sebagai kaidah, melainkan hukum dalam wujudnya di dalam masyarakat itu sendiri. Penganut sosiologis memandang hukum itu belum lengkap mengatur segala persoalanyang ada pada zamannya, dan memandang hukum yang belum diaplikasikan hanya sebagai rancangan hukum saja, belum berwujud menjadi hukum. <br />
Pandangan Aliran Positivisme Tentang Hukum.<br />
Aliran berpandangan bahwa perlu dipisahkan antara hukum dan moral, sejarah, sosiologi (antara hukum yang berlaku dan yang seharusnya, antara das sein dan das sallen). Menurut pandangan positivis tiada hukum yang selain hukum yang dibuat oleh penguasa (law is a command of the lawgivers), bahkan ada di antara aliran positivisme (logisme) berpandangan bahwa hukum identik dengan hukum.<br />
Positivisme hukum dibagi dalam dua kategori:<br />
1. Aliran hukum positif analitis (analytical juriprudence).<br />
Di antara ajaran postivisme yang terpenting adalah ajaran hukum positif analitis oleh John Austin. Menurut ajaran ini hukum adalah perintah penguasa negara. Hakikat hukum terletak pada unsur perintah. Hukum dipandang sebagai suatu sistemyang tetap, logis dan tertutup. <br />
Austin membedakan hukum dalam dua jenis:<br />
1. Hukum dari Tuhan untuk manusia (the devine laws).<br />
2. Hukum yang dibuat oleh manusia.<br />
Tentang hukum yang dibuat oleh manusia dibedakan lagi dalam: (1) hukum yang seharusnya, (2) hukum yang tidak sebenarnya. Hukum dalam arti sebenarnya disebut juga dengan hukum positif meliputi hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk melaksanakan hal-hal yang diberikan kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, seperti ketentuan dari suatu organisasi kesenian.<br />
Hukum sebenarnya mempunyai 4 unsur, yaitu:<br />
1. Perintah (command)<br />
2. Sanksi (sanction)<br />
3. Kewajiban (duty)<br />
4. Kedaulatan (save-reignty)<br />
2. Aliran Hukum Murni.<br />
Ajaran hukum Hans Kelsen terdiri dari dua konsep.<br />
a. Ajaran hukum murni (Reine Rechtlehre) <br />
Adalah bahwa hukum itu harus dipisahkan dari sosiologis, moral, politis, historis, dan sebagainya. Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai mahluk rasional. Baginya tidak mempersoalkan hukum itu dalam kenyataannya, tetapi mempersoalkan apa hukumnya. Bahkan dalam ajaran hukum murni ini menolak keadilan dijadikan pembahasan dalam ilmu hukum. Bagi Hans Kelsen keadilan adalah masalah ideologi yang ideal-irasional.<br />
b. Ajaran Stufenbau Thery. <br />
Ajaran ini pada mulanya dikemukakan oleh Adolf Merkl kemudian dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari susunan norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma semakin abstrak sifatnya, sebaliknya semakin rendah suatu norma semakin kongkrit sifatnya.<br />
Norma yang paling tinggi menduduki puncak piramida disebut Grundnorm atau unsprungnorm. Teori jenjang melihat hukum itu identik dengan perundang-undangan. Menurut teori ini di luar perundang-undangan tidak termasuk hukum. Teori jenjang kemudian dihubungkan sistem hukum Indonesia berdasar ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum RI dan tata urutan peraturan perundang-undangan RI didasari oleh Stuffenbau Theory dengan ciri formal legalistik.<br />
<br />
Paradigma Hukum Sosiologis.<br />
Jika ajaran Stufenbau Thery dengan ciri formal-legalistik diterapkan secara konsisten di Indonesia, maka keberadaan negara RI dipertanyakan.<br />
Meskipun secara praktis, proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan fenomena yang secara defacto sebagai tanggal lahirnya suatu negara baru yaitu negara RI, akan tetapi jika menganut pandangan positivisme (diantaranya Stufenbau Thery, ajaran hukum murni), yang bercirikan formal legalistik, maka sebenarnya gerakan revolusioner para pejuang kita tidak lebih dari gerakan “makar” menumbangkan suatu pemerintahan yang sah yaitu pemerintah Hindia Belanda.<br />
Status UUD 45 setelah keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 45, jika kita konsisten menggunakan paradigma positivisme misalnya: “ajaran hukum murni” dan Stufenbau Thery dari Hans Kelsen berarti keseluruhan hasil dari proklamasi kemerdekaan RI 1945 hingga saat ini adalah “batal demi hukum” dan ilegal, namun dalam kenyataannya, pandangan positivisme bukan satu-satunya kebenaran dunia hukum. Pengamat aliran sosiologis di bidang hukum akan berpendapat lain bahwa secara sosiologis proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 merupakan kehendak seluruh rakyat Indonesia untuk membebaskandari cengkeraman kolonialisme Belanda. <br />
Jadi eksistensi negara RI baru dapat diterima sebagai suatu kenyataannya jika cara berpikir kita menggunakan “paradigma sosiologis”, bukan paradigma “positivistis”.<br />
Demikian pula ajaran hukum murni secara realitas, empiris sudah banyak ditinggalkan hal ini diperkuat oleh Talcott Parsons dengan teori sibernetiknya bahwa dalam masyarakat ada sub-sub sistem yaitu:<br />
a. Sub-Sistem Ekonomi.<br />
b. Sub-Sistem Politik.<br />
c. Sub-Sistem Sosial<br />
d. Sub-Sistem Budaya.<br />
Sub sistem hukum berada pada sub sistem sosial sehingga dari sistematikanya sub sistem hukum diatasi oleh ekonomi dan politik. Sementara arus informasi terbesar berada pada sub sistem budaya, sebaliknya arus energi terbesar berada pada sub sistem ekonomi, semakin kecil pada politik, sosial dan budaya (Ahmad Ali : 278-299 : 1996).<br />
Berdasarkan teori sibernetik dari Talcott Parson secara realitas bahwa hukum sudah tidak otonom lagi. Hukum sudah dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik, etika, moral, sejarah sehingga pada saat sekarang ini dimaklumi jika ada suatu putusan hakim kadang-kadang atau keseringan dipengaruhi oleh unsur ekonomi dan politik. Seperti kasus Kedung Umboh di mana pada putusan pengadilan tingkat pertama dan putusan pengadilan tingkat II dikalahkan setelah pihak penggugat melakukan kasasi di MA pihak penggugat dimenangkan oleh MA, dan pada saat itu pula pelaksanaan putusan (eksekusi) ditangguhkan berlakunya oleh Ketua MA. Hal ini sangat ironis pada suatu negarayang berkedaulatan hukum seperti Indonesia, memaklumi tidak berarti membenarkan. Sehingga dengan demikian apabila paradigma hukum sosiologis kita terapkan, maka hukum Islam secara tidak langsung dapat diterapkan sebab benih-benih untuk memberlakukan syariat Islam tersebar di berbagai undang-undang. Contohnya: “The Sense of Justice of The Peoples” sesuai dengan perintahyang terkandung dalam pasal 27 (1) undang-undang pokok kekuasaan kehakiman (UU No.14/1970): “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukumyang hidup dalam masyarakat. <br />
<br />
Dalam penjelasan pasal tersebut “ hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.<br />
Tentunya yang dimaksud pasal di atas adalah syariat Islam karena bukankah nilai-nilai hidup mayoritas masyarakat Indonesia ada<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
A. Simpulan<br />
Penganut formalistik berpandangan bahwa hukum dianggap lengkap dan jelas mengatur segala persoalan yang ada di zamanya. Formalistik mendasarkan pandangannya bahwa tugas negara terbatas sekali hanya sebagai penjaga malam, menjaga ketertiban dan keamanan saja yang hanya bertindak jika terjadi pelanggaran hukum. <br />
Pengamat aliran sosiologis di bidang hukum akan berpendapat lain bahwa secara sosiologis proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 merupakan kehendak seluruh rakyat Indonesia untuk membebaskandari cengkeraman kolonialisme Belanda. <br />
Eksistensi negara RI baru dapat diterima sebagai suatu kenyataannya jika cara berpikir kita menggunakan “paradigma sosiologis”, bukan paradigma “positivistis”.<br />
<br />
B. Saran<br />
Kebutuhan untuk dapat menampilkan pemikiran hukum indonesia yang sesungguhnya merupakan pekerjaan besar dan membutuhkan kontemplasi dan penelitian yang mendalam ,seksama dan memerlukan proses panjang ,oleh karena pemikiran hukum yang akan dibangun bukan hanya mengacu pada konsep hukum normatif semata-mata ,akan tetapi juga merujuk pada setting sosial ,budaya dan politik .Langkah yang perlu ditegaskan adalah bahwa bangsa Inonesia berani menentukan apa yang paling baik bagi bangsa ini ,termasuk dalam membangun ilmu hukum yang memiliki karateristik ke-Indonesiaan.David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-8123683632477531842010-12-09T14:57:00.000-08:002010-12-09T14:57:04.317-08:00Pembelajaran Matematika berdasar teori belajar Van HielePembelajaran Matematika berdasar teori belajar Van Hiele<br />
TEORI BELAJAR VAN HIELE<br />
A. Pendahuluan<br />
Dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda, yaitu Pierre Van Hiele dan isterinya, Dian Van Hiele-Geldof, pada tahun-tahun 1957 sampai 1959 mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri. Dalam teori yang mereka kemukakan, mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui tahap-tahap tertentu.<br />
B. Tingkat kognitif menurut Van Hiele<br />
Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:<br />
Level 0. Tingkat Visualisasi<br />
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.<br />
Level 1. Tingkat Analisis<br />
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut<br />
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku”<br />
Level 2. Tingkat Abstraksi <br />
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.<br />
Berikut ini merupakan contoh pekerjaan siswa pada level 2.<br />
<br />
<br />
Level 3. Tingkat Deduksi Formal<br />
Pada tingkat ini siswa sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.<br />
Level 4. Tingkat Rigor <br />
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.<br />
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.<br />
Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.<br />
Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa.<br />
C. Implementasi teori Van Hiele dalam Pembelajaran<br />
Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan 5 fase (langkah), yaitu ; informasi (information), orientasi langsung (directed orientation), penjelasan (explication), orientasi bebas (free orientation), dan integrasi (integration).<br />
Fase 1 : Informasi (information)<br />
Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berpikir yang bersangkutan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan kegiatan ini adalah :<br />
a. Guru mempelajari pengetahuan awal yang dipunyai siswa mengenai topik yang di bahas.<br />
b. Guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.<br />
Fase 2 : Orientasi langsung (directed orientation)<br />
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat disiapkan guru. Aktifitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri untuk tahap berpikir ini. Jadi, alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan repon khusus.<br />
Fase 3 : Penjelasan (explication)<br />
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan seminimal mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir ini mulai tampak nyata.<br />
Fase 4 : Orientasi bebas (free orientation)<br />
Siswa mengahadapi tugas-tugas yang lebih komplek berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas-tugas open ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antara obyek-obyek yang dipelajari menjadi jelas.<br />
Fase 5 : Integrasi (Integration)<br />
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa-apa yang telah dipelajari siswa. Hal ini penting tetapi, kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. <br />
<br />
REFERENSI<br />
http://kris-21.blogspot.com/2007/12/pembelajaran-matematika-berdasar-teori.html<br />
jam 13.30 10-5-10<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Pembelajaran Matematika berdasar teori belajar Van Hiele<br />
<br />
Tugas berstruktur untuk memenuhi tugas media pembelajaran<br />
Dosen pengampu: Joko Sulianto<br />
<br />
<br />
Di susun:<br />
David Indrianto (09129299)<br />
<br />
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN <br />
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR<br />
IKIP PGRI SEMARANG<br />
2010<br />
<br />
Pembelajaran Matematika berdasar teori belajar Van Hiele<br />
TEORI BELAJAR VAN HIELE<br />
A. Pendahuluan<br />
Dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda, yaitu Pierre Van Hiele dan isterinya, Dian Van Hiele-Geldof, pada tahun-tahun 1957 sampai 1959 mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri. Dalam teori yang mereka kemukakan, mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui tahap-tahap tertentu.<br />
B. Tingkat kognitif menurut Van Hiele<br />
Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:<br />
Level 0. Tingkat Visualisasi<br />
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.<br />
Level 1. Tingkat Analisis<br />
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut<br />
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku”<br />
Level 2. Tingkat Abstraksi <br />
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.<br />
Berikut ini merupakan contoh pekerjaan siswa pada level 2.<br />
<br />
<br />
Level 3. Tingkat Deduksi Formal<br />
Pada tingkat ini siswa sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.<br />
Level 4. Tingkat Rigor <br />
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.<br />
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.<br />
Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.<br />
Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa.<br />
C. Implementasi teori Van Hiele dalam Pembelajaran<br />
Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan 5 fase (langkah), yaitu ; informasi (information), orientasi langsung (directed orientation), penjelasan (explication), orientasi bebas (free orientation), dan integrasi (integration).<br />
Fase 1 : Informasi (information)<br />
Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berpikir yang bersangkutan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan kegiatan ini adalah :<br />
a. Guru mempelajari pengetahuan awal yang dipunyai siswa mengenai topik yang di bahas.<br />
b. Guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.<br />
Fase 2 : Orientasi langsung (directed orientation)<br />
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat disiapkan guru. Aktifitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri untuk tahap berpikir ini. Jadi, alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan repon khusus.<br />
Fase 3 : Penjelasan (explication)<br />
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan seminimal mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir ini mulai tampak nyata.<br />
Fase 4 : Orientasi bebas (free orientation)<br />
Siswa mengahadapi tugas-tugas yang lebih komplek berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas-tugas open ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antara obyek-obyek yang dipelajari menjadi jelas.<br />
Fase 5 : Integrasi (Integration)<br />
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa-apa yang telah dipelajari siswa. Hal ini penting tetapi, kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. <br />
<br />
REFERENSI<br />
http://kris-21.blogspot.com/2007/12/pembelajaran-matematika-berdasar-teori.html<br />
jam 13.30 10-5-10<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Pembelajaran Matematika berdasar teori belajar Van Hiele<br />
<br />
Tugas berstruktur untuk memenuhi tugas media pembelajaran<br />
Dosen pengampu: Joko Sulianto<br />
<br />
<br />
Di susun:<br />
David Indrianto (09129299)<br />
<br />
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN <br />
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR<br />
IKIP PGRI SEMARANG<br />
2010David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-29397988510041121842010-12-09T14:52:00.001-08:002010-12-09T14:52:35.997-08:00IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATERI BANGUN RUANG SEDERHANA PADA SIFAT-SIFAT KUBUS UNTUK KELAS IV SEMESTER 2IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATERI BANGUN RUANG SEDERHANA PADA SIFAT-SIFAT KUBUS UNTUK KELAS IV SEMESTER 2<br />
<br />
Tugas berstruktur untuk memenuhi tugas media pembelajaran<br />
Dosen pengampu: Joko Sulianto<br />
<br />
<br />
Di susun:<br />
Atik aprianti (09129294)<br />
David Indrianto (09129299)<br />
<br />
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN <br />
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR<br />
IKIP PGRI SEMARANG<br />
2010<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
<br />
Dalam era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga informasi lebih mudah di peroleh, hendaknya menjadikan anak lebih aktif berpartisipasi sehingga melibat kan intelektual dan emosional siswa dalam proses belajar. Keaktifan di sini berarti fisik secara aktif dan tidak terfokus pada suatu sumber informasi yaitu guru. <br />
Keberhasilan tujuan pendidikan terutama di tentukan oleh proses belajar mengajar yang di alami oleh siswa. Sisiwa yang belajar akan mengalami perubahan b aik pengetahuan, pemahaman, penalaran, keterampilan, nilai dan sikap. Agar perubahan tersebut dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan berbagai factor untuk meng hasilkan perubahan yang di harapkan yaitu mengefektifan pemahaman dari konsep.<br />
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik. Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta dapat melatih kemandirian, peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.<br />
Dalam pemahaman siswa sekolah dasar, mata pelajaran matematika sering kali siswa sering lupa setelah pelajaran ini di karenakan guru dalam aksinya dalam penyampaian suatu materi jarang sekali menggunakan contoh-contoh dari kasus/gambar. Sehubung dengan hal tersebut perlulah seorang guru menerapkan suatu model yang dapat meningkatkan pemahaman siswa dan kreativitas dalam pembelajaran matematika. Penggunaan model examples non examples marupakan suatu alternative sebagai meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa. Maka di perlukan suatu usaha guna meningkatkan dan menumbuhkan siswa dalam ber komunikasi yaitu guru dengan siswa maupun siswakan dengan siswa. Dalam hal ini untuk untuk memecahkan masalah tersebut di tawarkan salah satu model pembelajaran yaitu model pembelajaran examples non examples <br />
<br />
B. Rumusan masalah <br />
Implementasi model pembelajaran tipe examples non examples pada materi Denah mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas IV(Empat) semester 1(satu).<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
A. Model Pembelajaran Examples Non Examples<br />
1. Sintakmatik Model<br />
Sintakmatik adalah pertahapan langkah-langkah yang berisi fase-fase kegiatan dari model pembelajaran.<br />
a) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.<br />
b) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.<br />
Dalam hal ini guru dapat menanyangkan juga dengan LCD proyektor.<br />
c) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.<br />
d) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas. Dalam diskusi guru memantau dan mengarahkan tiap kelompok agar dapat mencapai apa di inginkan oleh guru.<br />
e) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Siswa di beri kesempatan untuk membacakan hasil diskusi tiap kelompok di depan teman-teman perwakilan.<br />
f) Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.<br />
g) Kesimpulan, guru menyimpulkan semua yang telah di diskusikan siswa.<br />
2. Prinsip Reaksi<br />
Guru member satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Selanjutna guru membagi siswa kedalam kelompok belajar 2-3 orang siswa, sehingga setiap anggota bertanggung jawab atas setiap penguasaan komponen-komponen yang di tugaskan sebaik-baiknya. Sehingga menyebabkan tumbuhnya rasa senang dalam proses belajar mengajar, serta dapat menjadikan siswa lebih semangat belajar karena dapat melihat secara langsung.<br />
<br />
3. Sistem Sosial<br />
Guru selalu mengamati semua yang di lakukan tiap kelompok agar kegiatan berjalan lancar. Dalam model ini guru tidak banyak mejelaskan tentang materi. Guru hanya menyiapkan materi yang berupa gambar-gambar untuk memfasilitasi anak dalam mendiskusikan sebuah materi dan dilakukan secara kelompok. Dalam kelompok tersebut tidak hanya materi yang di bahas saja melainkan juga member arti penting dari kerjasama, persaingan sehat antar kelompok, keterlibatan belajar dan tanggung jawab.<br />
4. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring<br />
Dmapak instruksional adalah dampak yang terlihat setelah kegiatan bembelajaran. Sedangkan dampak pengiring adalah damapak yang tidak langsung terlihat, akan tetapi mengiringi dampak instruksional. Pda pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples dampak instruksionalnya adalah siswa lebih menjadi aktif, berani mengemukakan pendapat atau gagasannya sendiri, aktif berdiskusi, dapat belajar dari pengamata sendiri. Dampak pengiringnya adalah siswa mampu meningkatkan kerjasama secara kooperatif untuk materi yang di ugaskan, bertanggung jawab, berusaha memehami materi dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.<br />
5. Sistem Pendukung<br />
Materi yang kami sajikan adalah merancang model pembelajaran examples non examples dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam materi ini siswa di tuntut untuk bertanggungjawab atas pembelajaran yang sudah di amati. Pengajaran yang kami lakukan di dalam kelas adalah pengajaran di mana siswa di tuntut bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari meteri yang ditugaskan, siswa lebih aktif berdiskusi dengan apa yang telah di sajikan oleh guru yang berupa gambar-gambar yang di tampilkan dalam LCD proyektor sebagai media untuk merangsang aktif pembelajaran.<br />
<br />
<br />
<br />
B. Implementasi Model<br />
Sekolah : SD/MI<br />
Mata Pelajaran: Matematika<br />
Kelas : IV(Empat)<br />
Semester : 2 (Satu)<br />
Standar Kompetensi :<br />
8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar.<br />
Kompetensi Dasar :<br />
8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana.<br />
Indikator :<br />
• siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang kubus.<br />
Tujuan pembelajaran :<br />
• Melalui pembelajaran, siswa dapat menyebutkan bidang sisi, rusuk, dan titik sudut dengan tepat.<br />
Model pembelajaran<br />
• Examples non examples<br />
Langkah-langkah Pembelajaran<br />
a. Kegiatan awal<br />
• Berdo’a<br />
• Salam<br />
• Menyiapkan alat praga<br />
b. Kegiatan inti<br />
• Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.<br />
• Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP/LCD Proyektor.<br />
• Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.<br />
• Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.<br />
• Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.<br />
• Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.<br />
• Kesimpulan.<br />
c. Kegatan akhir<br />
• Siswa di beri evaluasi tertulis<br />
• Guru mengoreksi dan menilai<br />
• Salam penutup<br />
Uraian materiDavid Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-15246598563191951662010-12-09T14:51:00.000-08:002010-12-09T14:51:02.662-08:00IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN POWERPOINT PADA MATERI BANGUN RUANG SEDERHANA PADA SIFAT-SIFAT KUBUS UNTUK KELAS IV SEMESTER 2IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN POWERPOINT PADA MATERI BANGUN RUANG SEDERHANA PADA SIFAT-SIFAT KUBUS UNTUK KELAS IV SEMESTER 2<br />
Tugas berstruktur untuk memenuhi tugas media pembelajaran<br />
Dosen pengampu: Joko Sulianto<br />
<br />
<br />
Di susun:<br />
Atik aprianti (09129294)<br />
David Indrianto (09129299)<br />
<br />
<br />
<br />
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN <br />
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR<br />
IKIP PGRI SEMARANG<br />
2010<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
<br />
Dewasa ini untuk memberikan pengajaran yang baik khususnya di SD masih sangat sulit. Apalagi untuk menarik minat anak SD untuk mengikuti kegiatan pembelajaran perlu berbagai cara yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Dalam setiap kegiatan pembelajaran seorang guru diharapkan mampu menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan bagi anak didiknya. Maka dari itu, guru harus memiliki wawasan yang luas tentang cara menyampaikan materi yang baik kepada anak didiknya. Dalam dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media Pembelajaran digunakan sebagai bahan ajar dalam rangka memudahkan siswa-siswi dalam menangkap materi peajaran. Hal ini tentu membutuhkan sebuah keuletan seorang pengajar / guru dalam membimbing murid di dalam kelas, supaya siswa lebih mudah untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan dalam proses belajar mengajar. Dalam Kegiatan Belajar mengajar di dalam kelas, setiap siswa tentu memiliki intelegensi yang berbeda baik laki-laki maupun perempuan, itulah sebabnya mengapa media pembelajaran sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. <br />
Di zaman yang sudah modern seperti sekarang ini, media pembelajaran tentu sudah semakin canggih, apalagi dalam bidang elektronik. Sebagai pengajar tentu harus tahu akan hal ini, dan jangan sampai seorang pengajar dikatakan ketinggalan zaman. Dalam hal ini kami mengacu kepada media proyeksi, yakni sebagai media pembelajaran yang bisa digunakan sebagai alat bantu kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa/siswi bisa menyaksikan bentuk/tampilan dari sebuah gambar/slide, seperti penggunaan OHP/ Infokus dan LCD proyektor (sujana,2009: 96-115). <br />
Dalam hal ini mata pelajaran Matematika adalah momok yang menakutkan di kalangan peserta didik,contoh halnya dalam proses pembelajaran pada materi Bangun datar sederhana, banyak sekali peserta didik hanya mengetahui jumlah bidang sisi, rusuk dan titik sudut, hal ini di karenakan seorang guru hanya menuliskan di papan tulis saja tidak dapat secara langsung menampilkan bangun datar, oleh karena itu peserta didik banyak yang tidak tahu dari mana jumlah bidang sisi, rusuk dan titik sudut. Hal ini harus kita sikapi dengan tegas seperti yang sudah di paparkan di atas seorang guru harus menggunakan sebuah media pembelajaran. Di sinilah kami mempunyai sebuah alat peraga yang berupa power point untuk materi Bangun ruang sederhana yaitu kubus untuk menjelaskan bidang sisi, rusuk, dan titik sudut sebagai sarana memudahkan peserta didik untuk dapat mengetahui yang di maksud bidang sisi, rusuk, dan titik sudut.<br />
<br />
B. Rumusan Masalah<br />
<br />
Implementasi media pembelajaran powerpoint pada materi bangun ruang sederhana pada sifat-sifat kubus untuk kelas IV semester 2<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
<br />
LANDASAN TEORI<br />
<br />
2.1 Teori Bruner<br />
Jerome S.Buner dari Universitas Harvard menjadi sangat terkenal dalam dunia pendidikan umumnya dan pendidikan matematika khususnya. Ia telah menulis hasil studinya tentang “perkembangan belajar”, yang merupakan suatu cara untuk mendefinisikan belajar. Brunner menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa atau benda di dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyetakan kembali peristiwa atau benda tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya atau dikenalnya.<br />
Menurut Bruner, hal-hal tersebut dapat dinyatakan sebagai proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu: (unduh) <br />
1) Tahap Enaktif atau tahap Kegiatan (Enactive)<br />
Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih dalam gerak refleks dan coba-coba, belum harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-atik, dan bentuk-bentuk gerak lainnya.<br />
2) Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)<br />
Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam ventuk bayangan mental. Dengan kata lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda real itu tidak lagi berada di hadapannya.<br />
3) Tahap Simbolik (Simbolic)<br />
Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbul dan bahsa. Apabila ia berjumpa dengan suatu simbul, maka banayangan mental yang ditandai oleh simbul itu akan dapat dikenalnya kembali. Ada tahap ini anak sudah mampu memahami simbul-simbul dan menjelaskan dengan bahasanya,<br />
- Tahap 1. Setiap kita melakukan pembelajaran tentang konsep, fakta atau prosedur dalam matematika yang bersifat abstrak biasanya diawali dari persoalan sehari-hari yang sederhana (peristiwa di dunia sekitarnya), atau menggunakan benda-benda real/nyata/fisik. (kita mengenalnya sebagai model konkret).<br />
- Tahap 2. Setelah memanipulasikan benda secara nyata melalui persoalan keseharian dari dunia sekitarnya, dilanjutkan dengan membentuk modelnya sebagai bayangan mental dari benda atau peristiwa keseharian tersebut. Model matematika di sini berupa gambaran dari banyangan. (Model semi kongkrit atau model semi abstrak).<br />
- Tahap 3. Pada tahap ke-3 kongkrit atau model semi abstrak). Digunakan simbul-simbul (lambing-lambang) yang bersifat abstrak sebagai wujud dari bahasa matematika.<br />
<br />
<br />
<br />
2.2 Alat Peraga<br />
<br />
Sekolah : Sekolah Dasar<br />
Mata pelajaran : Matematika<br />
Kelas : IV<br />
Semester : II<br />
Alokasi Waktu : 20 menit<br />
Tema : Bangun Ruang Sederhana<br />
Standar Kompetensi :<br />
8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar.<br />
Kompetensi Dasar :<br />
8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana.<br />
Indikator :<br />
• siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang kubus.<br />
Tujuan pembelajaran :<br />
• Melalui pembelajaran, siswa dapat menyebutkan bidang sisi, rusuk, dan titik sudut pada kubus dengan tepat.<br />
Alat dan Bahan<br />
• Microshoft powerpoint.<br />
<br />
2.3 Langkah-langkah kerja<br />
<br />
1. Gambar Benda<br />
Tekan tombol”Enter”(lanjutkan)<br />
<br />
<br />
<br />
2. Gamabar Kubus<br />
Tekan tombol”Enter”(lanjutkan)<br />
<br />
<br />
<br />
3. Gambar Bidang sisi kubus<br />
Tekan tombol”Enter”(lanjutkan)<br />
<br />
<br />
4. Gambar Bidang Rusuk<br />
Tekan tombol”Enter”(lanjutkan)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
5. Gambar Titik sudut<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
<br />
PENUTUP<br />
<br />
<br />
3.1 Simpulan<br />
<br />
Sebagai pendidik dalam melaksanakan pembelajaran khususnya untuk SD untuk mempermudah pemahaman seorang guru harus menggunakan media. Dalam hal ini bisa di ambil dari teori belajar Bruner yang di bagi menjadi tiga tahap yaitu Tahap Enaktif atau tahap Kegiatan (Enactive), Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic), dan Tahap Simbolik (Simbolic),<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/10/07/teori-belajar-bruner/<br />
Jam 19.36 12-5-2010. <br />
<br />
Mustaqim, burhan. 2008. Ayo belajar matematika 4 untuk SD dan MI kelas IV. Perbukua Nasiomal Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.<br />
<br />
Sujana, nana. 2009. Media Pengajaran. Sinar Baru Algensindo: Bandung.David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-87781735150539091052010-12-09T14:49:00.001-08:002010-12-09T14:49:39.889-08:00SYARAT UMUM EVALUASIPENJELASAN DAN CONTOH SYARAT UMUM EVALUASI<br />
a. Validitas<br />
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya.<br />
b. Reliabilitas<br />
Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan. Jika dihubungkan dengan validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas adalah ketetapan. Contoh pemberian pertanyaan secara lisan/Tanya jawab pada saat proses belajar mengajar karena jawaban yang di peroleh dari apa yang sudah di jelaskan guru pada saat itu. <br />
c. Objektivitas<br />
Sebuah dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. hal ini terutama terjadipada sistem scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.Contoh dari penilaian tes akhir semester dapat di gunakan teknik penyekoran yang relevan berdasarkan pilihan ganda, essay.<br />
d. Efisiansi<br />
Sebuah tes dikatakan memiliki Efisian yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. tes yang baik adalah yang: mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.Contoh dalam pembuatan soal dapat di buat kisi-kisi terlebih dahulu soal telah di sesuaikan dengan apa yang telah di ajarkan penekoran jelas dan bentuk tes tertulis atau lisan. <br />
e. Kegunaan<br />
Yang dimaksud disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan tepat sasaran dalam hal ini dapat di laksanakan untu mengetahui hasil belajar secara keseluruhan. contoh tes formative.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
PROSEDUR EVALUASI PEMBELAJARAN<br />
Penetapan prosedur evaluasi pembelajaran berdasarkan fungsi, tujuan, dan sasaran yang hendak dievaluasi.<br />
Ada beberapa bentuk atau teknik yang dapat digunakan, ialah:<br />
1). Studi Kasus.<br />
Studi kasus adalah suatu prosedur evaluasi dalam upaya mem¬pelajari satu orang siswa atau sekelompok siswa yang dijadikan sebagai kasus, dengan cara menghimpun data dan informasi dari semua pihak yang terkait dengan kasus tersebut, dan dengan ber¬bagai teknik pengukuran yang relevan. Informnasi yang dikumpul¬kan antara lain hal-hal yang berkenaan dengan (1). Informasi umum, (2). situasi masyarakat yang mempengaruhi siswa ter¬sebut, (3). Tatar belakang keluarga, (4). catatan sekolah, (5). abilitas mental, (6). kondisi jasmaniah, dan (7). pengalaman-pengalaman di luar sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi mempelajari ca¬tatan, observasi, pembahasan, pertemuan, analisis, kunjungan dan sebagainya.<br />
<br />
2). Inventories dan Questionaires.<br />
Memang agak sulit memisah¬kan antara check list, inventoris dan questionaire ini, dalam praktik sulit dibedakan. Dengan kata lain digolongkan baik inven¬toris maupun check list dapat digolongkan dalam questionaire. Biasanya inventoris ini jarang digunakan oleh guru, karena di¬dasarkan pada penelitian yang intensif, lebih panjang dan lebih luas dari check list. Adapun caranya sama saja dengan check list, yaitu dengan memberikan tanda atau jawaban ya atau tidak. Dan inventoris ini digunakan untuk menyelidiki mental, sikap, dan kepribadian. <br />
<br />
Humprey dan Traxler, mengemukakan maksud dari inventories ialah :<br />
a). Memungkinkan individu murid menentukan secara pasti ma¬salah-masalah <br />
spesifik dan daerah permasalahan yang ada.<br />
b). Murid-murid mengenal bahwa mereka mempunyai masalah-¬masalah <br />
umum.<br />
c). Memberikan informasi kepada sekolah mengenai masalah-ma¬salah <br />
murid baik secara individual maupun sebagai suatu kelompok.<br />
Data inventoris tentu saja untuk dipergunakan dalam memberi¬kan bimbingan kepada murid-murid itu.<br />
Questionaire terdiri dari satu seri pertanyaan atau statemen. dengan maksud dapat dijawab oleh murid yang akan dinilai itu mengenai : minat, sikap, pendapat, dan pertimbangannya. Questionaire ini disusun dengan maksud untuk mengetahui latar belakang murid, mengenai kedudukan sosial ekonominya, sikapnya terhadap sesuatu, minat pertimbangannya. Hasil dari questionaire ini penting untuk memberikan bimbingan kepada murid-murid.<br />
3). Observasi.<br />
Guru dapat memperoleh epidensi tentang murid secara langsung dari murid itu sendiri atau dari teman-temannya. Tentu saja epidensi ini perlu diinterprestasikan dulu sebelum digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Guru berinteraksi dengan murid baik di dalam maupun di luar kelas untuk melihat dan mendengar apa yang diperbuat oleh murid.<br />
Guru tentu tidak mungkin menaruh perhatian hal yang dilaku¬kan oleh murid-murid semuanya sekaligus. Akan tetapi dengan menentukan tujuan yang spesifik, guru dapat mengarahkan perhatiannya kepada hal-hal tertentu saja. Observasi dilakukan oleh baik guru yang tradisional maupun guru yang modern. Hanya saja, guru tradisional tidak dapat menggunakan hasil observasi itu dengan sebaik-baiknya dan juga dalam mengadakan observasi itu, mereka tidak memperhatikan syarat-syarat observasi, yakni:<br />
– Adanya objek yang khusus.<br />
– Adanya tujuan yang mengarahkan pokok-pokok yang diobservasi.<br />
– Membuat catatan-catatan khusus bahkan dilengkapi pula de¬ngan check list <br />
dan inventories.<br />
4). Anecdotal records.<br />
Dipergunakan untuk mencatat kejadian-¬kejadian singkat yang insidental mengenai sosial adjustment dan emosional adjustment Karenanya maka anecdotal records harus diambil dari kejadian-kejadian insidental, faktual, aktual tanpa interpretasi dan dibubuhi perasaan-perasaan yang dirasakan oleh guru. Lagi pula kejadian-kejadian itu haruslah bersifat penting, dan bermakna dalam pertumbuhan/perkembangan murid.<br />
Tujuan anecdotal records ialah memberikan gambaran ten-tang perubahan pertumbuhan dan perkembangan murid dalam jangka waktu tertentu. Catatan singkat itu mengenai kepribadian¬nya, hubungan sosialnya, sikap sopan santun, sikap menolong, kecerdasan berpikir dan sebagainya.<br />
Catatan-catatan yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :<br />
(1). Catatan itu harus representatif.<br />
(2). Lukisannya harus pasti, tidak dimasukkan tafsiran guru.<br />
(3). Bila perlu guru mencobanya dalam situasi tertentu.<br />
5).Wawancara (interview) <br />
Merupakan alat bagi guru untuk meng¬adakan hubungan sehari-hari dengan murid, orang tua murid, administrator, dan lain-lain. Interviu itu dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi yang formal. Dengan demikian guru dapat memperoleh keterangan mengenai sikap, perasaan, harapan dan hal-hal yang disukai murid dan juga problem yang sedang di¬hadapinya. lnterviu harus dilaksanakan dalam suasana yang ramah tamah di mana murid dengan bebas menjawab pertanyaan guru, sangat diharapkan dalam suatu interviu terjalin hubungan yang baik.<br />
<br />
<br />
<br />
Tugas Mata kuliah Psikologi Pendidikan<br />
Dosen pengampu: Sudarto<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Di susun:<br />
David Indrianto (09129299)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN <br />
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR<br />
IKIP PGRI SEMARANG<br />
2010David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-54509618811941282602010-12-09T14:48:00.000-08:002010-12-09T14:48:03.301-08:00filsafat pendidikan1. PENGERTIAN FILSAFAT<br />
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. <br />
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:<br />
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis. <br />
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif. <br />
3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi. <br />
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia. <br />
2. FILSAFAT PENDIDIKAN <br />
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. <br />
Beberapa aliran filsafat pendidikan;<br />
1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme. <br />
2. Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan <br />
3. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme. <br />
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.<br />
3. ESENSIALISME DAN PERENIALISME<br />
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada. <br />
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.<br />
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.<br />
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.<br />
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:<br />
1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato) <br />
2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles) <br />
3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas) <br />
Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.<br />
4. PENDIDIKAN NASIONAL<br />
Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.<br />
Pendidikan nasional Indonesrn adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.<br />
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Bertens. Dr.K Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta , 1976<br />
Charles J. Braunes & Hobert W. Burns. Problems in Education and Philosophy. New York: Prentice-Hall Inc., 1965.<br />
http: ruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html<br />
Kaelan.filsafat pancasila pandangan hidup bangsa indonesia.yogyakarta:paradigma yogyakarta,2002.<br />
P.H. Hirst & R.S. Peters. The Logic of Education. London: Routledge & Kegan Paul, 1972.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
ANALISIS FILSAFAT DAN PENDIDIKAN<br />
<br />
Disusun guna memenuhi tugas<br />
Mata kuliah Konsep Dasar Pkn<br />
Dosen pengampu: Intan Rahmawati<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Di susun oleh:<br />
Nama : DAVID INDRIANTO<br />
Kelas : 2 G/ PGSD transfer<br />
NPM : 09129299<br />
<br />
<br />
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN<br />
IKIP PGRI SEMARANGDavid Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7368424804981807500.post-10967808643048388952010-12-09T14:38:00.001-08:002010-12-09T14:38:56.208-08:00kurikulum<link href="file:///C:%5CUsers%5CAXIOO%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CAXIOO%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_editdata.mso" rel="Edit-Time-Data"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CAXIOO%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CAXIOO%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 415 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-priority:99;
color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p
{mso-style-priority:99;
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
span.fullpost1
{mso-style-name:fullpost1;
mso-style-unhide:no;
mso-hide:none;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-hansi-font-family:Calibri;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:35.4pt;
mso-footer-margin:35.4pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:778642048;
mso-list-template-ids:-1507419080;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:875117987;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:238684322 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2
{mso-list-id:948779257;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-810544774 -1460087206 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:85.65pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3
{mso-list-id:1237978655;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1408890166 -2092523200 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l3:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:18.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4
{mso-list-id:2095934898;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-64704180 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l4:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:67.65pt;
text-indent:-18.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">MAKALAH<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PENYUSUNAN, PENGEMBANGAN KTSP DAN PERBEDAAN KTSP DENGAN KURIKULUM 1994 (CBSA)<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dosen pengampu: Dr. Sudarto<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di susun oleh:<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">David Indrianto (09129299)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">IKIP PGRI SEMARANG</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">BAB I<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PENDAHULUAN<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">A.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Latar Belakang masalah<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perlu adanya proses untuk menjadi maju, salah satu proses tersebut adalah dengan mencerdaskan anak bangsa. Dengan pendidikan yang bermutu atau berkualitas benarlah yang dapat meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Dari zaman ke zaman system kurikulum pendidikan yang ada Indonesia selalu ada perubahan demi mencerdaskan anak bangsa. Salah satu system kurikulum yang baru saat ini adalah system KTSP (Kurikulum Tingkat satuan pendidikan). Namun kurikulum ini belum dilaksanakan, karena adanya masalah-masalah yang terjadi. Disini kami akan membahas masalah-masalah tersebut. <o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US">Banyak hasil yang diperoleh dari kegiatan penyusunan KTSP tersebut, tidak saja berupa silabus dan rencana pembelajaran serta keterampilan menerapkannya, tetapi juga memberi pengalaman baru bagi guru tentang bagaimana berpikir tentang masa depan pendidikan bagi peserta didiknya. Bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut akan digunakan guru dalam mengimplementasikan KTSP. Dari sekian macam kegiatan yang dilakukan, guru masih meragukan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan KTSP antara lain tentang waktu yang diperlukan peserta didik untuk "tuntas" pada kompetensi dasar tertentu. Hal itu disebabkan adanya kebiasaan guru yang biasanya selesai diterangkan selama 15 menit, tetapi dengan sistem pembelajaran pada KTSP, guru seolah menjadi repot dan misalnya butuh waktu lama. Ini berarti bahwa guru masih merasa bahwa cara-cara yang dilakukan dalam mengajar selama ini diangggap sudah baik dan guru sudah "hafal" dengan cara-cara tersebut. Apalagi dengan bertambahnya tugas guru dalam melakukan penilaian terhadap peserta didiknya, karena peserta didik harus dinilai tidak hanya aspek kognitifnya tetapi juga aspek afektif dan psikomotornya Padahal, dengan cara-cara seperti yang dilakukannya bertahun-tahun, hasil atau mutu pendidikan kita sekarang dianggap masih rendah dan peserta didik kita masih belum dapat bersaing dengan negara lain.</span><o:p></o:p></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US">Bany</span>a<span lang="EN-US">k hasil yang diperoleh dari kegiatan penyusunan KTSP tersebut, tidak saja berupa silabus dan rencana pembelajaran serta keterampilan menerapkannya, tetapi juga memberi pengalaman baru bagi guru tentang bagaimana berpikir tentang masa depan pendidikan bagi peserta didiknya. Bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut akan digunakan guru dalam mengimplementasikan KTSP. Dari sekian macam kegiatan yang dilakukan, guru masih meragukan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan KTSP antara lain tentang waktu yang diperlukan peserta didik untuk "tuntas" pada kompetensi dasar tertentu. Hal itu disebabkan adanya kebiasaan guru yang biasanya selesai diterangkan selama 15 menit, tetapi dengan sistem pembelajaran pada KTSP, guru seolah menjadi repot dan misalnya butuh waktu lama. Ini berarti bahwa guru masih merasa bahwa cara-cara yang dilakukan dalam mengajar selama ini diangggap sudah baik dan guru sudah "hafal" dengan cara-cara tersebut. Apalagi dengan bertambahnya tugas guru dalam melakukan penilaian terhadap peserta didiknya, karena peserta didik harus dinilai tidak hanya aspek kognitifnya tetapi juga aspek afektif dan psikomotornya Padahal, dengan cara-cara seperti yang dilakukannya bertahun-tahun, hasil atau mutu pendidikan kita sekarang dianggap masih rendah dan peserta didik kita masih belum dapat bersaing dengan negara lain.<br />
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem catur wulan. Dengan sistem catur wulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">B.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Permasalahan <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apakah pengertian KTSP?<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bagaimana Perbedaan KTSP dengan kurikulum yang lain?<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bagaimana pengembangan KTSP?<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bagaimana proses dan struktur penyusunan KTSP?<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify;"><br />
</div><div align="center" class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">BAB II<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">PEMBAHASAN<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pengertian KTSP<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span class="fullpost1"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, yang meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.</span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
<span class="fullpost1">Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikandansilabus.<o:p></o:p></span></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;"><span lang="EN-US">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span lang="EN-US" style="font-weight: normal;">Perbedaan Kurikulum 1994 dan KTSP</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">a. Kurikulum 1994</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem catur wulan. Dengan sistem catur wulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">1. Filosofi</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Ralph Tyler (1949) mengemukakan asas yang digunakan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum yaitu azas filosofis yakni filsafat suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia, azas filosofisnya adalah pancasila. Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, Ella Yulaelawati (2003), mengenalkan berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. Kurikulum 1994 sesuai dengan aliran filsafat perenialisme, karena pada kurikulum 1994 lebih fokus kepada aspek kognitif dan mengabaikan aspek-aspek lainnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">2. Tujuan</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US">Secara umum tujuan diterapkannya kurikulum 1994 adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui siswa mampu menguasai materi yang diberikan, bahan ajar berdasarkan TIU (Tujuan Institusional Umum) dan TIK (Tujuan Institusional Khusus) dan menyiapkan siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar cenderung di dalam kelas, mengejar target berupa materi yang harus dikuasai, berorientasi kognitif. Bahan ajar yang akan disampaikan oleh guru harus berdasarkan pada TIU dan TIK (tujuan pembelajaran). Selain itu, kurikulum 1994 bertujuan untuk membekali siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">3. Materi </span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US">Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia dalam artian materi pembelajaran ditentukan oleh pemerintah. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial supaya tercapai target. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">4. Proses Pembelajaran</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar cenderung didalam kelas. Proses pembelajaran bersifat klasikal dengan tujuan menguasai materi pelajaran. Guru dianggap sebagai pusat dari pembelajaran, karena guru menyampaikan materi hanya menggunakan satu metode saja, yaitu metode ceramah. Oleh karena itu guru dianggap sebagai pusat pembelajaran. Metode yang digunakan mengajar cenderung monotone yaitu ceramah, tidak menggunakan metode-metode lain yang melibatkan siswa aktif. Guru mengajar hanya mengejar target berupa materi yang harus dikuasai dan berorientasi kognitif.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">5. Cara Penilaian</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Pada kurikulum 1994 cara penilaian di fokuskan pada aspek kognitif, pemahaman siswa tentang materi. Penyusunan bahan penilaian didasarkan pada tujuan perkelas dan persemester. Pada kurikulum ini, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasarkan perolehan nilai yang dapat diperbandingkan dengan sisa lain. Evaluasi pelajaran dilaksanakan dengan teknik paper dan pecil test</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu jiwanya desentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">1. Filosofi</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Ralph Tyler (1949) mengemukakan asas yang digunakan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum yaitu azas filosofis yakni filsafat suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia, azas filosofisnya adalah pancasila. Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, Ella Yulaelawati (2003), mengenalkan berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. KTSP sesuai dengan filsafat Rekonstruktivisme. Pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">2. Tujuan </span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Secara umum tujuan di terapkannya KTSP adalah untuk memadirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan ( otonomi kepada lembaga pendidikan dengan demikian melalaui KTSP diharakan dpat mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam mengembangkan kurikulum seperti yang kita ketahui dalam model mengelolaan kurikulum yang tersentralistis seperti kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia.</span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -14.15pt;"><span lang="EN-US"> Secara khusus, tujuan diterapkannya KTSP adalah :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">meningkat mutu pendidikan melalui kemadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Dengan ini diharapkan setiap komponen sekolah baik kepala maupun guru-guru dituntut untuk lebih aktif dan kreatif melakukan berbagai upaya agar semua kebutuhan sekolah terpenuhi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Peningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melaui pengambilan keputusan bersama.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Meningatkan kopetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Sekolah dengan KTSPnya tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang telah di atur pusat akan tetapi juga sebagai pengambil keputusa tentang pengembangan dan implementasi kurikulum.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">3. Materi </span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Materi pembelajaran berkaitan dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai siswa harus sesuai dengan kompetensi pembelajaran. Materi pembelajaran ditentukan oleh sekolah berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam KTSP, guru tidak diharuskan menyampaikan semua materi pembelajaran tetapi pembelajaran harus mencapai kompetensi. KTSP tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga fokus pada aspek psikomotor dan afektif siswa. Materi pembelajaran disusun berdasarkan karakteristik mata pelajaran, perkembangan peserta didik dan sumber daya yang tersedia. Artinya guru harus aktif dan kreatif untuk mencapai kompetensi pembelajaran.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">4. Proses Pembelajaran</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Dalam KTSP, pengalaman pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi, hal ini disebabkan karena cara belajar peserta didik berbeda-beda. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi. Guru bertindak hanya sebagai fasilitator dan siswa sebagai subjek pendidikan. Kegiatan pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi juga di luar kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam menerima pelajaran. Tetapi hal yang harus diingat, pembelajaran harus didasarkan pada kompetensi dasar yang harus dicapai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; font-weight: normal; line-height: 150%;">5. Cara Penilaian</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US">Evaluasi dalam KTSP di arahkan bukan hanya sekedar untuk mengukur keberhasilan setiap siswa dalam pencapaian hasil belajar, tetapi juga untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang idlakukan oleh setiap siswa. Memfokus pada tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pencapaian kompetensi tertentu dan bukan atau perbandingan dengan hasil belajar siswa lain. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pembelajaran setiap guru tidak hanya menentukan tes sebagai alat evaluasi akan tetapi juga menggunakan nontes dalam bentuk tugas, wawancara dan dalam bentuk sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.bagaimana pengembangan KTSP<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP . <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">- Beragam dan terpadu<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">- Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">- Relevan dengan kebutuhan kehidupan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">- Menyeluruh dan berkesinambungan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">- Belajar sepanjang hayat<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> - Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> 4. Proses dan struktur penyusunan KTSP<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Landasan hukum<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; text-indent: 21.25pt;"><span lang="EN-US">- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: 21.25pt;"><span lang="EN-US">Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2). </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: 21.25pt;"><span lang="EN-US">- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: 21.25pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: 21.25pt;"><span lang="EN-US">Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Struktur dan urutan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang teruang dalam SI meliputi 5 pokok mata pelajaran sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a) Kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak mulia<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c) Kelompok mata pelajaran Iptek dan estetika<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">d) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">e) Kelompok mata pelajaran<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksankan melalui muatan dari /kegiatan pembelajaran sebagaiman diuraikan dalam PP 19/2005 pasal 7.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan bebn belajar bagi peserta didik pada (SP). Diasamping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk kedalam isi kurikulum.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a. Mata pelajaran<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b. Muatan lokal<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c. Kegiatan pengembangan diri<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">d. Pengaturan beban belajar<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">e. Ketuntasan belajar<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">f. Kenaikan kelas dan kelulusan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">g. Penjurusan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">h. Pendidikan kecakapan hidup<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">i. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> 3. Kalender pendidikan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menusun pendidikan kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam standat isi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">BAB III<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">PENUTUP<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 21.3pt; text-indent: -21.3pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">A.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Simpulan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: 21.25pt;"><span class="fullpost1"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikandansilabus. Dalam hal perbedaan KTSP dengan kurikulum 1994 terdiri dari: filosofi, tujuan, materi, proses pembelajaran dan cara penilaian.</span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Dalam proses pengembangan KTSP didasarkan pada SI dan SKL dengan panduan BSNP.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">DAFTAR PUSTAKA<o:p></o:p></span></b></div><div style="text-align: justify;"><span lang="EN-US">Akhmad Sudrajat. 2008. <i>Landasan Kurikulum<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US"><a href="http://www.k2eko.co.cc/2009/11/manajemen-kurikulum.html">http://www.k2eko.co.cc/2009/11/manajemen-kurikulum.html</a></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US"> jam 21.53 21mei 2010</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="EN-US">Muhammad Ali M. 2008. “<i>Kurikulum dan Landasan Pengembangan</i>”</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="EN-US">Sanjaya, wina. 2009. <i>Kurikulum dan pembelajaran :teori dan praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)</i>. Jakarta : kencana</span></div><div style="text-align: justify;"><span lang="EN-US">Tim Pembina Mata Kuliah Profesi kependidikan. 2006. <i>Profesi Kependidikan</i>. Padang : FIP UNP</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div>David Indriantohttp://www.blogger.com/profile/15367198913561311268noreply@blogger.com0