Kamis, 09 Desember 2010

MENGINGAT, MENGUMPULKAN DAN MEMBUKA KEMBALI HUKUM DAN PARADIGMA DI INDONESIA

MENGINGAT, MENGUMPULKAN DAN MEMBUKA KEMBALI HUKUM DAN PARADIGMA DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun guna untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Teori Hukum
Dosen Pengampu : Dr. H. MUSTAGHFIRIN SH.M.Hum







Disusun oleh :
KUSTI’AH
MH. 09.15.O794

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER (S2) ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2010

DAFTAR ISI
Halaman
Judul i
Daftar isi ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Permasalahan 2
BAB II . PEMBAHASAN MASALAH 3
A. Hukum dan Paradigma 5
B. Aliran-aliran hukum dan tori-teori hukum 9
BAB III PENUTUP 18
A. Simpulan 18
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perlu cara untuk memandu sesorang agar memperoleh gambaran yang jelas tentang apa hukum itu. Banyak literatur yang mencoba memecahkan persoalan ini, demikian halnya dengan teori dan filsafat hukum. Keragamanan tidak harus membingungkan, paling tidak menurut tulisan dalam buku ini akrena pada dasarnya argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam yang dilator belakangi oleh pendidikan serta kehidupan seharai-hari yang berbeda pula.
Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum) satu aliran pemikiran akan bergantung pada aliran pemikiran lainnya sebagai sandaran kritik untuk membengun kerangka teoritik berikutnya. Munculnya aliran pemikiran baru tidak otomatis bahwa aliran atau pemikran lama ditinggalkan. Sulitnya untuk meramu seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan yaitu :
- Hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun) sebagaimana kaum konstrukvitis menjelaskan, diciptakan menurut istilah positivistic atau menggunakan bahasa kaum hermeniam ‘ditafsirkan’ sehingga dengan demikian cara pandang seseorang tentang hukum akan ditentukan oleh bagimana orang tersebut mengonstruksi, menciptakan atau menafsirkan mengenai apa yang disebut hukum itu.
- Satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang atau sudut pandang yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain, ini merupakan ragam kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kondisi ini pada dasarnya memberikan keleluasaan karena hukum akan menjadi wilayah terbuka yang mungkin saja hailnya lebih positif.
Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Namun dalam sudut pandang yang paling umum sekalipun, hukum mancakup banyak aktivitas dan ragam aspek kehidupan manusia. Seberapa penting pertanyaan itu diajukan, terdapat alas an tertentu tetapi tentu saja sepeerti yang dijelaskan oleh Nonet-Selznick gambaran hukum pada dasarnya menarahkan kepada sekumpulan orang buta yang berkerumun untuk memegang gajah. Namun pada prinsipnya devinisi hukum diharapkan mampu memberikan penjelasan terhadap teori yang telah disusun sebagaimana dijelaskan bahwa sebaiknya devinisi harus memiliki hubungan analitis dengan konteks teori yang lebih luas. Teori hukum, menurut Bruggink, adalah merupakan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang telah dipositifkan.
Sebagaimana teori pada umumnya, demikian pula teori hukum mempunyai makna ganda yaitu teori hukum sebagai produk dan teori hukum sebagai proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk, sebab rumusan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan adalah merupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Sedangkan Teori hukum dapat dikatakan sebagai proses, adalah karena teori hukum tersebut merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum.

B. Permasalahan

1. Apakah hukum dan paradigma ?
2. Bagaimana aliran-aliran hukum dan teori-teori hukumnya?




BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Menurut Smith dalam penjelasannya bahwa hukum seyogyanya dilihat sebagai model jaringan yang memiliki posisi atau kedudukan sederajat dengan disiplin lain. Karena itu hukum harus memiliki kemampuan yang setara atau bahkan lebih dari disiplin lain itu untuk menyelesaikan problem baik kedalam (ilmu itu sendiri atau teoritis) maupun keluar (praktis atau pragmatis). Kedua, dengan posisinya itu berarti hukum manjadi wilayah yang bersifat terbuka dan peka, artinya hukum bukan semata-mata wilayah yang steril namun sebuah sebuah wilayah yang bersifat multi dan interdisipliner sehingga perubahan yang terjadi dalam dunia ilmu (pada umumnya) harus bisa dicerna (dirasakan pengaruhnya) oleh hukum, demikian pula sebaliknya.
1. Hukum Sebagai Jaringan
Ada semacam perdebatan yang terus berlangsung dlaam ranah keilmuan hukum, apakah hukum sebagai ilmu atau bukan, ini semacam problem filosofi yang apabila dicarikan jawabannya akan berputar-putar seperti lingkaran tak berujung. Sebagai bagian dari jaringan (dalam) ilmu pengetahuan, maka syarat keilmua harus melekat didalamnya, tidak hanya itu, sebagai jaringan , ruang komunikasi harus terbukasedemikian rupa sehingga hukum dapat memecahkan problem bersihat lintas disiplin.
2. Hukum Sebuah Wilayah Terbuka.
Secara teoritis maupun praktis hukum sebagai sebuah disiplin hendaknya memiliki model analisis dan mampu menyelesaikan ragam persoalan. Sebagai wilayah yang terbuka hukum menjadi domain bagi telaah disiplin lain, sebagaimana deskripsi Satjipto Rahardjo bahwa ilmu hukum berkembang dari yang terkotak-kotak menuju holistic (Teching Orders finding Disorder).
Memahami hukum berarti memahami manusia, ini merupakan bukan semata-mata gambaran secara umum tentang hukum yang ada selama ini, pandangan yang mengarah kepada “the man behin the gun” membuktikan bahwa actor dibelakang memegang peran yang lebih dominant dari sekedar persoalan struktur. Apabila Cicero mengatakan bahwa ada masyarakat ada hukum, maka yang sebenarnya dia bicarakan adalah hukum hidup ditenga-tengah masyarakat (manusia). Hukum dan manusia memiliki kedekatan yang khas dan tidak dapat dipisahkan, artinya tanpa manusia hukum tidak dapat disebut sebagai hukum. Dalam hukum manusia adalah sebagai actor kreatif, manusia membangun hukum, menjadi taat hukum namun tidak terbelenggu oleh hukum.
Terdapat pemehaman bahwa istilah teori bukanlah sesuatu yang harus dijelaskan tetapi sebagai sesuatu yang sesuatu yang seolah-olah sudah dipahami maknanya. Bahkan teori sering ditafsirkan sebagai istilah tanpa makna apabila tidak berkait dengan kata yang menjadi padanannya. Ada kesimpang siuran atau tumpang tindih dalam penggunaan istilah teori, misalnya dengan istilah ‘model,. ‘aliran’, ‘paradigma’, dogma, ‘doktrin’ dan istilah lainnya. Pada tataran tertentu pangguaan istila ‘teori’ banyak yang tidak tepat dan asal-asalan, hanya untuk memberikan kesan bahwa hal itu terlihat ilmiah. Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengenai itu, diantaranya :
- Istilah teori bukan lagi makna ekslusifini yang digunakan dalam ilmu pengetahuan untuk menjelasan fenomena atau keadaan tertentu namun lebih merupakan istilah umum yang dibicarakan oleh siapa saja.
- Kerumitan dan sedemikian tipisnya batasan makna yang terkandung didalam banyak peristilahan yang disebutkan diatas, sehingga menimbulkan kekeliruan atau tumpang tindih dalam penggunaannya.
- Merupakan hal yang penting, seberapa ketat sebetulnya setiap orang menggunakan istilah ini dalam kajian keilmuannya artinya seberapa jauh dia terikat untuk menggunakannya sesuai dengan pakem yang ada atau sebaliknya.
Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dari kata dasar thea ini pula dating ata modern “teater” yang berarti “pertunjukan” atau “tontonan”. Dalam banyak literatur beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukan bangunan berpikir yang tersusun sistematis, logis, empiris juga simbolis. Berikut beberapa pengertian teori secara luas :
1. Pemahaman tentang hal-hal dalam hubungannya yang universal dan ideal antara satu sama lain. Berlawanan dengan eksistensi factual dan/atau praktek.
2. Prinsip abstrak atau umum didalam tubuh pengetahuan yang menyajikan suatu pandangan yang jelas dan sistematis tentang beberapa materi pokoknya, sebagaimana dalam teori seni dan teori atom.
3. Model atau prinsip umum, abstrak dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala, sebagaimana dala teori seleksi alam.
4. Hipotesis, suposisi atau bangun yang dianggap betul dan yang berlandaskan atasnya gejala-gejala dapat diperkirakan dan/atau dijelaskan dan yang darinya didedukasikan pengetahuan yang lebih lanjut.
5. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, teori berpijak pada penemuan fakta-fakta maupun hipotesis. Dalam bidang ilmu alam, suatu deskripsi dan penjelasan fakta yang didasarkan atas hukum-hukum dan sebab-sebab niscaya, mengikuti konfirmasi fakta-fakta itu dengan pengalaman dan percobaan (eksperimen). Deskripsi ini sifatnya pasti, nonkontradiksi, dan matematis.
Hukum adalah sebuah wilayah dimana setiap orang harus mengkonstruksi, menciptakan atau menafsirkan (sesuatu yang artificial), barulah kemudian dia akan mempu menjelaskan apakah hukum itu.
A. Hukum dan paradigma
Memahami Permainan Bahasa perlu cara untuk memandu sesorang agar memperoleh gambaran yang jelas tentang apa hukum itu. Banyak literatur yang mencoba memecahkan persoalan ini, demikian halnya dengan teori dan filsafat hukum. Keragamanan tidak harus membingungkan, paling tidak menurut tulisan dalam buku ini akrena pada dasarnya argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam yang dilator belakangi oleh pendidikan serta kehidupan seharai-hari yang berbeda pula.
Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum) satu aliran pemikiran akan bergantung pada aliran pemikiran lainnya sebagai sandaran kritik untuk membengun kerangka teoritik berikutnya. Munculnya aliran pemikiran baru tidak otomatis bahwa aliran atau pemikran lama ditinggalkan. Sulitnya untuk meramu seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan yaitu :
- Hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun) sebagaimana kaum konstrukvitis menjelaskan, diciptakan menurut istilah positivistic atau menggunakan bahasa kaum hermeniam ‘ditafsirkan’ sehingga dengan demikian cara pandang seseorang tentang hukum akan ditentukan oleh bagimana orang tersebut mengonstruksi, menciptakan atau menafsirkan mengenai apa yang disebut hukum itu.
- Satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang atau sudut pandang yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain, ini merupakan ragam kelemahan dan keunggulan masing-masing. Kondisi ini pada dasarnya memberikan keleluasaan karena hukum akan menjadi wilayah terbuka yang mungkin saja hailnya lebih positif.
Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Namun dalam sudut pandang yang paling umum sekalipun, hukum mancakup banyak aktivitas dan ragam aspek kehidupan manusia.
Memahami paradigma , Dalam bahasa Inggris “paradigm”, dari bahasa Yunani “paradeigma” , dari “para” (disamping, disebelah) dan “dekynai” (memperlihatkan ; yang berarti ; model contoh, arketipe, ideal). Menurut Oxfor English Dictionary “paradigm” atau paradigma adalah contoh atau pola. Akan tetapi didalam komunitas ilmiah paradigma dipahami sebagai sesuatu yang lebih konseptual dan signifikan, meskipun bukan sesuatu yang tabu untuk diperdebatkan.
Konsep paradigma yang diperkenalkan oleh Khun kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam sosiologi. Konsep paradigma Khun lebih kepada sesuatu yang bersifat “metateoritis”. Chalmers sendiri menjelaskan tentang karakteristik paradigma, yang meliputi :
- Tersusun oleh hukum-hukum paradigma dimaksud dan asumsi-asumsi teoritis yang dinyatakan secara eksplisit.
- Mencakup cara-cara standar bagi penerapan hukum-hukum tersebut kedalam beragam situasi dan kondisi.
- Mempunyai instrumentasi dan teknik-teknik instrumental yang diperlakukan guna menjadikan hukum-hukum tersebut berjaya didunia nyata.
- Terdiri dari beberapa prinsip metafisika yang memandu segala karya dan karsa didalam lingkup paradigma dimaksud.
- Mengandung beberapa ketentuan metodologis.
Paradigma Dominan dalam Ilmu.
Dari sekian banyak paradigma dominant dalam ilmu, paling tidak dapat dijelaskan ada tiga paradigma yang dominan yaitu positivisme, interpretivisme, dan critical studies. Namun demikian mendampingi ketiga paradigma tersebut ada dua paradigma besar lainnya yaitu feminisme dan post modenisme.
Paradigma Ilmu Hukum.
Soetandyo Wignyosoebroto, menjelaskan tentang paradigma penting dalam hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Paradigma Positivistik.
Aliran filsafat yang berkembang di Eropa Kontinental (khususnya Perancis) dengan beberapa eksponen terkenal diantaranya Henri Saint Simon dan August Comte.
Positivisme merupakan paham yang menganut agar setiap metodologi yang dipikirkan untuk menemukan kebenaran hendaklah memperlakukan realitas sebagai sesuatu yang eksis, sebagai sesuatu objek, yang harus dilepaskan dari sembarang macam pra-konsepsi metafisis yang subyektif sifatnya.Disini hukum tidak lagi dikonsepsi sebagai atas moral meta yuridis yang abstrak tentang hakikat keadilan, melainkan ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex.Paling tidak ada dua positivisme hukum sebagaimana dijelaskan Khuzaifah Dimyati, yaitu positivisme yuridis (bahwa hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu dioleh secara ilmiah) dan positivisme sosiologis (hukum ditanggapi terbuka bagi kehidupan masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-metode ilmiah).
2. Paradigma Pasca-Positivistik ; Realitas Dekonstruksi Melalui Interaksi.
Melepaskan diri dari karakteristik berpikir kaum posivistik, muncul pemikiran yang oleh Colin disebut kaum social contructivist. Meski kaum ini memiliki keleluasan dalam ragam kajiannya tetapi paling tidak ada delapan posisi argumentative sebagaimana dikatakan Soetandyo Wignyosoebroto, yaitu etnometodologi, relativisme budaya, konstruktivisme sosial Bergerian, relativitas linguistic, fenomenologi, simbolisme fakta sosial, paradigma konvensi, dan juga termasuk paradigma argumentative yang hermeneutic.
3. Paradigma Hermeneutik.
Kajian atau paradigma Hermeneutik atau yang sering disebut interpreatif mencoba membebaskan kajian-kajian hukum dari otorianisme para yuris positif yang elitis secara jelas dan tegas menolak paham universalisme dalam ilmu hukum, khususnya ilmu yang berseluk beluk dengan objek manusia berikut masyarakat, gantinya relativisme itu yang diakui. Kajian atau paradigma hermeneutik dalam ilmu hukum membuka kesempatan kepada para pengkaji hukum untuk tidak hanya berkutat demi kepentingan profesi yang ekslusif semata. Pendekatan ini dengan strategi metodologisnya menganjurkan to learn from people, mengajak para pengkaji hukum dari perspektif para pengguna atau pencari keadilan.


B. Aliran-aliran hukum dan teori-teori hukumnya
Sebagaimana disebutkan bahwa teori senantiasa berkaitan dengan apa yang disebut realitas. Apabila ditelaah secara historis bahwa realitas dapat dipandang dari bebrapa sudeut pandang sebagai berikut :
- Dimana realitas adalah sesuatu yang hanya dapat ditangkap lewat kapasitas akal budi (ide, gagasan, esensi).
- Realitas berkaitan dengan sesuatu yang bersifat actual, nyata, ada dan objektif yang hanya dapat dikenali dan dipahami lewat mekanisme intuisi dan indra.
- Dan terakhir yaitu sebuah realitas yang muncul ketika sains dan tekhnologi dengan kecanggihannya mampu menciptakan sebuah dunia artificial, yaitu realitas yang tidak dapat dimasukan pada kedua relitas yang disebutkan diatas karena telah melampaui batas realitas yang ada (hyper reality).
Beberapa ahi berkeyakinan, sebuah teori dapat dibuktikan benar atau salah. Hal ini (kebanyakan) didasarkan kepada pertimbangan filsafat dan logika, sedangkan selebihnya didasarkan pada analisis terperinci tentang sejarah (ilmu) dan tentang teori-teori ilmiah modern.
Namun klaim (pandangan) tersebut tidak dapat diterima begitu saja, karena sebagaimana dikatakan sebagian ilmuwan masa kini, teori ilmiah tidak dapat dibuktikan konklusif benar atau salah dan bahwa rekonstruksi para filsuf hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan apa yang terjadi secara actual dalam ilmu. Seperti pendapat Paul Feyeraben “ilmu tidak mempunyai segi-segi istimewa yang dapat menyatakan dirinya mempunyai keunggulan secara hakikat terhadap cabang-cabang pengetahuan lain seperti mitos purba atau voodoo”.

1. Induksi dari Alam Pengalaman
Menurut pandangan ini teori ditarik secara ketat dari fakta (di alam pengalaman) yang diperoleh melalui teknik observasi dan atau eksperimen. Dan pada dasarnya cara penarikan teori dari alam pengalaman ini dapat disebut cara induksi. Sebagaimana aliran Postivisme Logikal menyebutkan bahwa suatu teori tidak hanya dibenarkan sejauh ia dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang diperoleh melalui obsrevasi, tetapi juga dipertimbangkan mempunyai makna.
2. Deduktif Hipotesis.
Bagi pandangan ini, teori tidaklah sesuatu yang begitu saja dpaat diambil dari hasil pengamatan (observasi) tetapi lebih jauh dari pada itu pandangan ini menyatakan pentingnya penarikan hipotesis yaitu menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Karena pandanagn ini berpendpat bahwa hipotesis dapat menolong memberikan ramalan dan menenukan fakta baru.
3. Program Riset Lakatosian.
Pandangan Imre Lakatos menjelaskan tantang usaha menganalisis teori-teori sebagai struktur terorganisasi. Program riset Lakatosian adalah struktur yang memberikan bimbingan untuk riset di masa depan dengan cara positif (bimbingan garis besar yang memperlihatkan bagaiana program riset dapat dikembangkan) maupun cara negatif (program terperinci yang menetapkan bahwa asumsi dasar yang melandasi program itu).
4. Evolusi Kritis Thomas Kuhn.
Bagi Thomas Khun pandangan tradisonal tentang ilmu baik induktivis maupun falsikasionis semuanya tidak mampu bertahan dalma sejarah. Kemudian teorinya dikembangkan sebagai usaha untuk manjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah sebagaimana dilihat oleh Khun dengan menitik beratkan peran yang dimainkan oleh sifat-sifat sosiologi masyarakat ilmiah.
5. Anti Fundationalis Feyerabend
Pandangan yang cukup provokatif tentang ilmu pengetahuan dijelaskan oleh seseorang yang bernama Paul Feyerabend. Menurutnya tidak ada metodologi ilmu yang pernah dikemukakan selama ini mencapai sukses. Lebih lanjut dikatakan olehnya bahwa mengingat kompleksitas sejarah, maa paling tidak masuk akal untuk mengharapkan bahwa ilmu dapat diterangkan hanya atas dasar beberapa hukum-hukum metodologi ysng sederhana.
Gagasan Feyerabend sering disebut sebagai teori anarkisme epistemelogis yang didalamnya terdapat bentuk anarkisme yang berusaha mempertahankan kemapanan sekaligus menyingkirkan kemapanan. Ia pembela status quo sekaligus anti status quo, hal ini ditempuh untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternative agar manusia dapat mengambil keputusan bebas yaitu mengatur perjuangan antara ideologi-ideologi untuk menjamin setiap individu mempertahankan kebebasan memilih dan tidak ada ideologi yang memaksakan kepadanya secara bertentangan dengan kehendaknya.
Dua Pandangan Besar
Teori hukum tentu berbeda dengan apa yang kita pahami dengan hukum positif. Ada kajian filosofis didalam teori hukum sebagaimana dikatakan Radbruch bahwa tugas teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi. Sehingga akan nampak kesulitan untuk membedakannya dengan kajian yang disebut filsafat hukum, karena teroi hukum juga akan mempersalahkan hal mengenai :
- Mengapa hukum berlaku.
- Apa dasar kekuatan mengikatnya.
- Apa yang menjadi tujuan hukum.
- Bagaimana seharusnya hukum itu dipahami, dan sebagainya.
Meski agak rumit untuk memahami semua hal diatas karena ragam teori masing-masing memiliki cara pandangan yang berbeda, dalam tulisan ini dilihat cara pendekatannya ada dua karakteristik besar atau pandangan besar (grand theory) yang keduanya bertolak belakang namun ada dalam satu realitas.


1. Pandangan Pertama.
Pandangan yang didukung oleh tiga argumen yaitu pandangan bahwa hukum sebagai suatu system yang pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat tentang konisi sistem itu sekarang, perilaku system ditentukan sepenuhnya oleh baian-bagian yang terkecil dari sistem itu, dan teori hukum mampu menjelaskan persoalannya sebagaiana adanya tanpa keterkaitan dengan pengamatnya. Dalam pandangan yang pertama ini sistem digunakan secara bebas terhadap banyak hal dalam kehidupan, alam semesta, masyarakat, termasuk hukum digambarkan dalam bentuk yang jelas-jelas dapat diakui sebagai istilah mekanisme dan sistem. Dalam pandanagan ini pula berpendapat bahwa kebanyakan teori hukum berpusat pada salah satu dari ketiga jenis sistem (sumber dasar, kandungan dasar dan fungsi dasar)
2. Pandangan Kedua.
Pandangan yang menyatakan bahwa hukum bukanlah sebagai suatu sistem yang teratur tetap merupakan sesuatu yang berkaitan dengan ketidakberaturan, tidak dapat diramalkan, dan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh persepsi pengamat dalam memaknai hukum tersebut. Menurut pandangan ini teori hukum sama sekali tidak berada pada jalur yang disebut sebagai sistem. Pandanagan ini menolak bahwa teori hukum harus selalu bersifat sistematis dan teratur, tetapi sebaliknya dimana teori hukum dapat juga muncul dari situasi yang disebut dengan situasi keos, keserba tidak beraturan, atau situasi yang tidak sistematis. Yang mana semuanya itu adalah gambaran dinamika masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
B. Teori Hukum dalam Model Hukum Menurut Black dan Dragan Milovanovich.
Donal Black menjelaskan ada dua model hukum, meskipun hal ini bukan berarti seolah-olah hukum dipilih sedemikian rupa sehingga akan menjadi reduksionis, akan tetapi hal ini bertujuan agar dapat mempertajam wilayah analisis terhadap keragaman teori yang sering kali dipahami secara campur aduk, sehingga dengan demikan wilayah itu menjadi jelas ada pada posisi mana apabila seseorang menjelaskan tentang hukum atau teori hukum. Dua model menurut Donal Black yang senada dengan pendapat Dragan Milovanovick, yaitu :
- Jurisprudentie Model.
Dalam model ini kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan (aturan/rules). Menurut model ini proses hukum berlangsung ditata dan diatur oleh sesuatu yang diosebut sebagai logic (logika/sistem hukum). Hukum dilihat sebagai sesuatu yang bersifat mekanisme dan mengatur dirinya sendiri melalui rules dan logika, dan olehkarenanya penyelesaian masalahpun disini lebih mengandalkan kemampuan logika tadi
- Sociological Model.
Dalam model ini fokus kajian hukum lebih kepada struktur sosial. Kajian ini tentu saja lebih kompleks dari sekedar hukum sebagai produk. Dalam model sosiologi ini yang dipentingkan adalah keragaman dan keunikan dan menempatkan seseorang sebagai penliti agar memudahkan untuk melihat proses secara utuh dengan tujuan akhir untuk menjelaskan fenomena yang ada dalam realitas sebenarnya.
C. Teori Hukum Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke.
Jan Gijssels dan Mark van Hoecke adalah dua pemikir yang ada pada ranah pemikiran kontinental. Menurut mereka teori hukum merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait erat dengan Ajaran Hukum Umum. Kesinambungan antara Teori Hukum dengan Ajaran Hukum Umum yaitu :
- Teori hukum sebagai lanjutan dari ajaran hukum umum memiliki obejk disiplin mandiri, suatu tempat diantara Dogmatik Hukum disatu sisi dan Filsafat Hukum disisi lainnya.
- Sama seperti ajaran hukum umum dewasa ini, Teori Hukum setidaknya oleh kebanyakan dipandang sebagai ilmu a normatif yang bebas nilai, ini yang persisnya membedakan Teori Hukum dan Ajaran Hukum Umum dan Dogmatik Hukum.
Untuk memahami apa itu Teori Hukum, khususnya batas-batas wilayahnya persepsi Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, berikut ini penjelasan secara singkat mengenai :
1. Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer).
Dalam ati sempit bertujuan untuk memaparkan dan mensistematisasi serta dalam arti tertentu juga menjelaskan hukum positif yang berlaku. Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer) tidak dapat membatasi pada suatu pemaparan dan sistematis melainkan secara sadar mengambil sikap berkenaan dengan butir-butir yang diperdebatkan jadi Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer) dalam hal-hal yang penting tidak hianya deskriptif melainkan juga perspektif (bersifat normatif).
2. Filsafat Hukum.
Yaitu filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala hukum. Menurut mereka Filsafat Hukum memiliki telaah meliputi :
- Ontologi Hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)
- Aksiologi Hukum (penentuan isi dan nilai)
- Ideologi Hukum (ajaran idea)
- Epistemologi Hukum (ajaran pengetahuan)
- Teologi Hukum (hal meneetukan makna dan tujuan hukum)
- Ajaran Ilmu dari Hukum (meta-teori dari ilmu hukum)
- Logika Hukum
3. Hubungan Dogmatik Hukum dengan Teori Hukum.
- Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini.
- Dogmatik hukum berbicara tentang hukum, teori hukum berbicara tentang cara yang dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum.
- Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interprestasi tertentu menerapkan teks undang-undang yang pada pandangan pertama tidak dapat diterapkan pada suatu masalah konkret, maka teori hukum mengajukan pertanyaan tentang dapat digunakannya teknik-teknik interprestasi, tentang sifat memaksa secara logical dari penalaran interprestasi dan sejenisnya lagi.
4. Teori Hukum dan Ilmu Lain yang Objek Penelitiannya Hukum.
Jika teori hukum mewujudkan sebuah meta-teori berkenaan dengan dogamtik hukum maka filsafat hukum memenuhi fungsi dari sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum.
1. Secara structural teori hukum terhubungkan pada filsafat hukum dengan cara yang sama seperti dogmatika hukum terhadap teori hukum.
2. Filsafat hukum merupakan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum.
3. Filsafat hukum sebagai ajaran nilai dan teori hukum dan filsafat hukum sebagai ajaran ilmu dari teori hukum.
4. Filsafat hukum sebagai ajaran ilmu dari teori hukum dan sebagai ajaran pengetahuan mewujudkan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum tidak memerlukan penjelasan lebih jauh, mengingat filsafat hukum mangambil sebagian dari kegiatan-kegiatan dari teori hukum itu sendiri sebagai subjek studi.
Teori hukum secara esensal bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa teori hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai disiplin yang mempelajari hukum (Sejarah Hukum, Logika Hukum, Antropologi Hukum, Sosiologi Hukum, Psikologi Hukum dan sejenisnya).
Tipikal dari teori hukum bahwa dalam hal ini ia mamainkan peranan mengintegrasikan, baik yang berkenaan dengan hubngan antara disiplin-disiplin ini satu terhadap yang lainnya maupun yang berkenaan dengan integrasi hasil-hasil penelitian dari disiplin-disiplin ini dengan unsur-unsur dogmatika hukum dan filsafat hukum.
D. Teori Hukum Menurut J.J.H. Bruggink.
Bruggink menjelaskan teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.Menurut Bruggink definisi diatas memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk yaitu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan itu adalah hasil kegiatan teoritik bidang hukum) dan dalam arti proses yaitu kegiatan teoritik tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritik bidang hukum sendiri.Disamping itu teori hukum menurut Bruggink mengandung makna ganda lainnya yaitu dalam arti luas (hal itu menunjuk kepada pemahaman tentang sifat berbagai bagian cabang sub disiplin teori hukum) dan dalam arti sempit (berbicara tentang keberlakuan evaluatif dari hukum, terakhir adalah dogmatika hukum, atau ilmu hukum dalam arti sempit).
Untuk mengulas persoalan diatas lebih jelas berikut akan sedikit diuraikan apa yang menjadi bagian dari teori hukum dalam arti luas, diantaranya sebagai berikut

1. Sosiologi Hukum
Mengarahkan kajian pada keberlakuan empiric atau factual dari hukum, jadi lebih mengarah pada kenyataan kemasyarakatan. Dengan kata lain sosiologi hukun adalah sebagai teori tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum dengan kenyataan pada masyarakat. Sosiologi hukum terdiri dari sosiologi hukum empirik dan sosiologi hukum kontempelatif.

2. Dogmatik Hukum
Menurut Bruggink dogmatika hukum adalah ilmu hukum (dalam arti sempt) yang merupakan bagian utama dalam pengajaran pada fakultas-fakultas hukum. Objek dogmatika hukum terutama adalah hukum positif yaitu sistem konseptual atran hukum dan putusan hukum, yang bagian intinya ditetapkan (dipositifkan) oleh para pengemban kewenangan hukum dalam suatu masyarakat tertentu. Perumusan aturan hukum disebut pembentukan hukum, sedangkan pengambilan keputusan hukum disebut penemuan hukum.
3. Teori Hukum dalam Arti Sempit.
Tentang kajian ini nampak belum begitu jelas, karena kajian (studinya) berada pada wilayah dogmatika hukum dan filsfat hukum. Filsafat hukum memang adalah meta-teori untuk teori hukum dan mengingat teori hukum adalah meta-teori untuk dogmatika hukum. Jadi pada dasarnya adalah antara teori yang lebih tinggi dan yang paling rendah pada intinya pengaruh satu sama lainnya.
4. Filsafat Hukum.
Filsafat hukum adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum, juga saking fundamentalnya sehingga bagi manusia tidak terpecahkan karena masalahnya melampaui kemampuan berpikir manusia.
Bruggink memberikan ikhtisar filsafat hukum objeknya adalah landasan dan batas-batas kaedah hukum, tujuannya adalah teoretikal, perspektifnya internal, teori kebenarannya adalah teori pragmatik dan proposisinya yaitu informatif tetapi terutama normatif dan evaluatif.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
- Teori hukum adalah merupakan sustu satu kesatuan dari pernyataanyang paling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturab hukum dan putusan-putusan hukum serta sistem tersebut untuk sebagian yang telah di positifkan .
- Teori hukum di katakan sebagai produk, sebab rumusan satu kesatuan dari pernyataan yang salng berkaitan adalah mrupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum .
- Hukum adalah aturan-aturan yang berlaku di suatu daerah atau negara yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi yang tegas.
- Paradigma adalah keyakinan orang sebagai suatu fundamental sustu permasalahan ilmu
- Sebuah teori dapat dibuktikan benar atau salah hal tersebut ( kebanyakan ) didasarka kepada perkembangan filsafat dan logika sedangkan selbihnya didasarkan paa analisis terperinci tentang sejarah (ilmu) dan teori-teori ilmiah modern.

B. Saran
Kebutuhan untuk dapat menampilkan pemikiran hukum indonesia yang sesungguhnya merupakan pekerjaan besar dan membutuhkan kontemplasi dan penelitian yang mendalam, seksama dan memerlukan proses panjang, oleh karena pemikiran hukum yang akan dibangun bukan hanya mengacu pada konsep hukum normatif semata-mata, akan tetapi juga merujuk pada setting sosial, budaya dan politik. Langkah yang perlu ditegaskan adalah bahwa bangsa Inonesia berani menentukan apa yang paling baik bagi bangsa ini, termasuk dalam membangun ilmu hukum yang memiliki karateristik ke-indonesiaan, hal ini disebabkan karena perkembangan sosial bangsa ini berbeda dan model hukum modern itu selalu datang dari luar.



DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu Timur,SH; Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Meetode Pendekatan dan Fungsi Hukum,www.blogkatalog.com; 2008.
Aji Fia S,Urgensi Kajian Sosiologis Terhadap Hukum;www.fiaji.blogspot.com 2008.
Bruggink, J.J.H. 1996. Refleksi tentang hukum. Bandung: Citr Adtya Bakti. Badan Pembinaan Hukum Nasional Dari Masa ke Masa, BPHN.
Dimyati, Khudzaifah. Prof.Dr.SH,Mhum; Pola Pemikiran Hukum Resposif:Studi Atas Proses Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia;Jurnal Ilmu Hukum,Vol.10 No.1 Tahun 2007.
;2001.D Tengah Kegersangan Pemikiran Teori Hukum: Sepi Dari Wacana Perdepatan, dalam Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Muhammaddiyah Surakarta (Terakreditasi Melalui Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 134/Dikti/Kep/2001).
Paramita Shintta Sarie,SH; Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum sebagai Ilmu Pengetahuan, Justitia Omnibus, www. galaxyandromdha.blogspot.com; 2008.
Soekanto Soerjono,Prof.DR.SH,MA. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,RajaGrafindo Persada;1998.
Warassih Esmi,Prof.Dr.SH,MS; Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis; Suryandaru Utama;2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar